Kompas TV internasional kompas dunia

Kalangan Peneliti Dunia Cermati Virus Corona Baru Selain Varian Delta

Kompas.tv - 9 Agustus 2021, 09:58 WIB
kalangan-peneliti-dunia-cermati-virus-corona-baru-selain-varian-delta
Ilustrasi virus corona, penyebab Covid-19. Seperti dilansir Antara, Senin, (09/08/2021), Beberapa varian virus corona memiliki sifat yang lebih unggul dalam menulari manusia atau menembus perlindungan vaksin. (Sumber: Shutterstock)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Iman Firdaus

CHICAGO, KOMPAS.TV - Penyebaran virus SARS-CoV-2 telah melahirkan nama-nama varian dari alfabet Yunani. Sistem penamaan itu digunakan Organisasi Kesehatan Dunia WHO untuk melacak mutasi baru virus penyebab COvid-19.

Seperti dilansir ANTARA, Senin, (09/08/2021), beberapa varian virus corona punya sifat lebih unggul dalam menulari manusia atau menembus perlindungan vaksin

Para ilmuwan saat ini masih terfokus pada Delta, varian dominan yang sedang menyebar cepat di seluruh dunia. Namun, mereka juga meneliti kemungkinan varian-varian lain dapat menggantikan posisi Delta di kemudian hari.

Virus Corona Varian Delta

Virus Corona varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India saat ini masih menjadi varian yang paling mengkhawatirkan.

Varian ini menyerang populasi yang tidak divaksin di banyak negara dan terbukti mampu menginfeksi sebagian orang yang telah menerima vaksin ketimbang varian pendahulunya.

WHO memasukkan varian Delta dalam daftar variant of concern (VOC) karena varian virus tersebut menunjukkan kemampuan menular dengan cepat, menyebabkan penyakit yang lebih parah atau mengurangi efektivitas vaksin dan pengobatan Covid-19.

Menurut Shane Crotty, pakar virus di Institut Imunologi La Jolla di San Diego, AS, "kemampuan super" Delta adalah transmisinya, atau penularannya.

Peneliti China menemukan orang-orang yang terinfeksi varian Delta membawa virus 1.260 kali lebih banyak di hidung mereka daripada varian asli virus corona.

Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan "muatan virus" pada orang-orang yang sudah divaksin lalu terinfeksi oleh Delta setara dengan mereka yang tidak divaksin. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperkuat hal itu.

Sementara varian asli perlu waktu hingga tujuh hari untuk menimbulkan gejala, varian Delta mampu dua-tiga hari lebih cepat, memberi waktu lebih sedikit bagi sistem kekebalan tubuh untuk merespons dan membuat pertahanan.

Varian Delta tampaknya juga terus bermutasi dengan kemunculan varian "Delta Plus", sub garis keturunan dengan mutasi tambahan yang menunjukkan kemampuan untuk menghindari proteksi kekebalan tubuh.

India memasukkan varian Delta Plus sebagai Variant of Concern pada bulan Juni, namun Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat CDC dan WHO belum melakukan hal yang sama.

Menurut Outbreak.info, pangkalan data open-source Covid-19, varian Delta Plus telah terdeteksi di 32 negara.

Para ahli mengatakan belum ada kejelasan apakah varian itu lebih berbahaya.

Baca Juga: Ilmuwan China di Laboratorium Wuhan Peringatkan Varian Covid-19 yang Lebih Mematikan akan Muncul

Petugas menyiapkan vaksin Moderna saat vaksinasi dosis ketiga di Kantor Dinas Kesehatan Kota Tangerang, Banten, Sabtu (07/08/2021). (Sumber: Antara/Fauzan)

Virus Corona Varian Lambda Makin Surut

Varian Lambda menarik perhatian sebagai ancaman baru yang potensial. Namun versi virus corona ini, yang pertama kali terdeteksi di Peru pada Desember, kemungkinan makin surut, kata sejumlah pakar penyakit menular.

WHO menempatkan varian Lambda dalam daftar variant of interest (VOI). Artinya, varian itu membawa mutasi yang diduga mengubah tingkat penularan atau menyebabkan penyakit yang lebih parah. Namun hal itu masih diteliti lebih lanjut.

Penelitian laboratorium menunjukkan varian Lambda memiliki mutasi yang tahan terhadap antibodi yang dibangkitkan oleh vaksin.

Dr. Eric Topol, profesor pengobatan molekuler dan direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, California, mengatakan persentase kasus baru Lambda yang dilaporkan ke GISAID, pangkalan data yang melacak varian virus corona, telah berkurang. Artinya, varian tersebut telah menyusut.

Dalam diskusi dengan CDC baru-baru ini, para pakar penyakit mengatakan Lambda tidak tampak menular dengan cepat dan vaksin sepertinya mampu menahan varian itu dengan baik, kata Dr. William Schaffner, ahli penyakit menular di Pusat Medis Universitas Vanderbilt yang menghadiri diskusi itu.

Virus Corona Varian B.1.621 Diwaspadai

B.1.621, yang pertama kali muncul di Kolombia pada Januari ketika memicu wabah besar, belum diberi nama alfabet Yunani.

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa memasukkannya ke dalam daftar VOI, sementara Badan Kesehatan Publik Inggris mendeskripsikan B.1.621 sebagai varian dalam investigasi.

Varian itu membawa sejumlah mutasi penting, termasuk E484K, N501Y dan D614G, yang dikaitkan dengan penularan yang tinggi dan perlindungan imun yang berkurang.

Menurut data terkini pemerintah Inggris, sejauh ini ada 37 kasus suspek dan terkonfirmasi di negara itu. Varian tersebut juga telah teridentifikasi pada sejumlah pasien di Florida, AS.

Baca Juga: Vaksin Merah Putih Disiapkan Lawan Corona Varian Delta

Dr. Anthony Fauci, kepala penasihat medis Gedung Putih, baru-baru ini memperingatkan bahwa Amerika Serikat bisa berada dalam masalah kecuali lebih banyak orang Amerika yang menjalani vaksinasi Covid-19, seperti dilansir Antara, Senin, (09/08/2021) (Sumber: AP Photo/Michael Sohn)

Adakah Varian Baru Lagi?

Dr. Anthony Fauci, kepala penasihat medis Gedung Putih, baru-baru ini memperingatkan bahwa Amerika Serikat bisa berada dalam masalah kecuali lebih banyak orang Amerika yang menjalani vaksinasi Covid-19.

Jika banyak orang yang tidak divaksin, virus mendapatkan kesempatan lebih besar untuk menyebar dan bermutasi menjadi varian baru.

Meski demikian, isu pentingnya adalah vaksin yang ada saat ini mencegah sakit lebih serius tapi tidak menghindari infeksi, kata Dr. Gregory Poland, ilmuwan vaksin di Mayo Clinic.

Hal itu terjadi karena virus masih dapat memperbanyak diri di hidung, bahkan di antara orang-orang yang sudah divaksin, sehingga bisa menularkan penyakit melalui tetesan aerosol yang amat kecil

Untuk mengalahkan virus SARS-CoV-2, kata dia, diperlukan generasi baru vaksin yang juga mampu menahan transmisi virus.

Hingga kini, dunia masih rentan dengan kemunculan varian-varian baru virus corona, kata Poland dan pakar lainnya.




Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x