Kompas TV entertainment lifestyle

Susahnya Jadi Lajang di Usia Jelang 40 di Indonesia, Dituding Pemilih hingga Terlalu Sibuk Kerja

Kompas.tv - 22 Februari 2022, 19:11 WIB
susahnya-jadi-lajang-di-usia-jelang-40-di-indonesia-dituding-pemilih-hingga-terlalu-sibuk-kerja
Ilustrasi. Melajang di usia menjelang 40 tahun di negara seperti Indonesia bukanlah perkara mudah. Sebagian masyarakat masih menganggap menikah dan berkeluarga sebagai suatu pencapaian dan tanda kedewasaan seseorang. (Sumber: Artem Kovalev on Unsplash)
Penulis : Edy A. Putra | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Melajang di usia menjelang 40 tahun di negara seperti Indonesia bukanlah perkara mudah. Sebagian masyarakat masih menganggap menikah dan berkeluarga sebagai suatu pencapaian dan tanda kedewasaan seseorang.

Tekanan dan stigma pun kerap dihadapi mereka yang masih berstatus lajang di usia yang sudah matang.

Tia, 38 tahun, misalnya, mengaku kerap didesak kedua orang tuanya untuk segera menyudahi masa lajangnya. Terlebih karena dia anak pertama dan perempuan pula.

Karyawati di sebuah perusahaan swasta di Jakarta ini dapat mencium kepanikan kedua orang tuanya karena dirinya masih melajang di usianya yang sekarang.

“Saya anak pertama. Di keluarga saya belum ada yang menikah,” tutur perempuan yang tinggal di Bogor ini.

Tia mengatakan desakan untuk segera menikah akan semakin sering didapatkannya saat orang tuanya berkunjung ke rumahnya atau ketika dia pulang ke rumah mereka.

Pertanyaan tentang sedang dekat dengan siapa dan anjuran untuk melakukan ini dan itu akan menghujaninya.

Tak jarang, hal itu membuatnya kesal. Namun dia sadar, orang tua adalah orang tua.

“Tidak bisa marah juga karena mereka orang tua. Tapi dalam hati juga kesal. Kesannya kayak yang terbebani hanya mereka sebagai orang tua, tapi perasaan anaknya kayak tidak dianggap, gitu,” ungkap Tia.

Dia mengaku tidak punya alasan khusus mengapa masih melajang.

“Belum ketemu jodoh saja,” jawab Tia diikuti tawa kecil.

Dulu, ia mengaku sempat memasang target menikah di usia 25 tahun. Namun, kini dia tidak mematok target apa-apa.

Let it flow (biarkan mengalir apa adanya). Karena saya merasa target saya sudah lewat.”

Seiring bertambahnya usia, Tia menjadi lebih berhati-hati sebelum memutuskan dengan siapa dia akan mengakhiri masa lajangnya.

“Semakin ke sini mungkin semakin selektif untuk menemukan yang tepat. Walaupun pasti tidak akan 100 persen tepat sih. Tapi bukan berarti kemudian seperti dikejar-kejar harus segera menikah,” tuturnya.

Stigma

Perempuan, lajang, dan berada di usia yang sudah matang untuk berumah tangga adalah kombinasi efektif untuk memicu keheranan dan rasa ingin tahu banyak orang.

Tidak ada keharusan untuk menjelaskan kepada siapapun tentang alasan seseorang belum menikah. Meski begitu, orang-orang akan mengambil kesimpulan mereka sendiri tanpa disuruh.

Terlalu sibuk bekerja, dan terlalu banyak memilih adalah beberapa stigma yang kerap ditempelkan kepada seseorang, laki-laki maupun perempuan, yang belum menikah di usia yang sudah matang.

“Katanya saya kerja melulu, makanya saya tidak kawin-kawin,” ungkap Ratna, 39, ketika ditanya tentang stigma yang pernah didengarnya tentang dirinya.

“Ada juga yang pernah bilang kepada ibu saya bahwa saya trauma sama laki-laki, makanya tidak menikah,” sambungnya seraya tersenyum.

Namun, Ratna tidak terlalu memusingkan stigma-stigma yang dialamatkan ke dirinya itu. Yang terpenting baginya, keluarga bisa menerima status lajangnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x