Kompas TV entertainment selebriti

Usai Konten Aurel Keguguran, Kini Trending Ayah Ria Ricis Meninggal, Haruskah Begini? Ini Kata LIPI

Kompas.tv - 6 Juni 2021, 09:57 WIB
usai-konten-aurel-keguguran-kini-trending-ayah-ria-ricis-meninggal-haruskah-begini-ini-kata-lipi
Konten Aurel Keguguran hingga konten ayah Ria Ricis meninggal tuai banyak views (Sumber: Youtube)
Penulis : Ade Indra Kusuma

JAKARTA, KOMPAS.TV - YouTuber Ria Yunita atau Ria Ricis unggah video YouTube terbarunya berjudul Rumah Baru Papa, Sabtu (5/6/2021).

Di video itu, Ria Ricis dan keluarganya berada di lokasi pemakaman sang ayah, Sulyanto di kawasan Pesantren Tahfizh Daarul Quran, Tangerang.

Tiba di lokasi pemakaman ayahnya, nampak Ria Ricis mengenakan pakaian serba hitam disambut keluarganya. 

Baca Juga: Ria Ricis Akui Para Sahabatnya Merahasiakan Ayahnya Meninggal saat Lagi Turun Gunung

Ria Ricis yang terlihat berkali-kali meraba tanah makam sang ayah, menambah suasana duka makin dalam. Sesekali ia juga tertunduk lesu dan kembali memanjatkan doa-doa untuk ayahnya.

Sejauh berita ini diturunkan, terlihat sudah ada 2.629.886 views, 281 ribu like dan 2,6 dislike bahkan menjadi Trending Youtube nomor dua.

Berkaca dari konten Aurel keguguran hingga saat ini, Minggu (6/6/2021) video Atta Halilintar tersebut sudah meraup 10juta views. Hal ini tentu bisa memicu kritik-kritik di sosial media.

"Kedepannya orang-orang akan berpikiran hal kaya gini tuh 'biasa' untuk jd konten," kritik netizen saat viral konten Aurel keguguran kala itu.

"Ini sebenarnya rasa empati? Atau cari untung? Atau gimana sih? Gw gatau banget dah, sampe ke hal beginian banget jadi konten. Sorry to say kaya jadi budak konten, hingga 'apapun' dijual demi konten," seru netizen lain.

Kata Ahli LIPI

Isu-isu terkait "apapun" bisa menjadi konten, sempat mendapat sorotan ahli Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bidang media, Nina Widyawati.

Kata ahli LIPI tersebut, kehidupan pribadi yang dijadikan konsumsi publik sebenarnya sudah ada sejak dulu. Misalnya saja kehidupan keluarga kerajaan hingga konglomerat.

Masyarakat ingin mengetahui kehidupan pribadi tokoh-tokoh tersebut karena dirasa memiliki dampak pada dirinya. Sebagai contoh, zaman dulu rakyat ingin mengetahui tentang kehidupan pribadi putera mahkota sebuah kerajaan, seperti kelahiran anak Pangeran William.

"Konten pada era ini ada gatekeeping," ujar Nina mengutip Kompas.com.

Untuk diketahui, gatekeeping adalah proses yang menyaring informasi untuk disebarluaskan, baik untuk publikasi, penyiaran, internet, atau beberapa mode komunikasi lainnya.

"Hal ini berbeda dengan era social media, media sifatnya mass-self. Individu (bukan institusi media) bisa memproduksi konten sekaligus mengkonsumsinya. Masyarakat disebut prosumer (produser sekaligus consumer)," terang Nina.

Dia mengatakan dalam kasus konten video keguguran Aurel. Atta Halilintar merupakan salah satu produsen konten di era mass-self. Konten yang dibuat Atta sebagian besar berisi kehidupan pribadi, dan konsumennya luar biasa banyak mencapai 27,6 juta subscribers.

"Dengan 27,6 juta subscribers, setiap gerak gerik kehidupannya dikonsumsi publik termasuk Ketika istrinya keguguran," ucap Nina.

Dia melanjutkan, apa relevansinya publik ingin tahu kehidupan pribadi Atta? Kenyataannya, kehidupan pribadinya tidak berhubungan dengan kehidupan masyarakat.

"Dalam sebuah wawancara (penelitian) terdapat informan yang mengatakan bahwa 'konten yang menarik adalah konten yang 'gue banget'," ungkap Nina.

"Konten Atta-Aurel menjadi 'gue banget' bagi sebagian masyarakat karena Atta-Aurel sering memperlihatkan kehidupan bak keluarga kerajaan. Yang (dalam) bahasa anak sekarang adalah sultan,"

Kehidupan bak sultan inilah yang sebenarnya menjadi mimpi banyak pengikut Atta-Aurel.

"Bayangkan hanya soal Aurel keguguran salah satu videonya ditonton hampir 10 juta orang. Di sini, fungsi media sebagai eskapisme atau melepaskan diri dari kenyataan sehari-hari,"

Baca Juga: Aurel Akui Dapat Jatah Jajan Ratusan Juta per Bulan dari Atta Halilintar

Dari hal ini, Nina berpendapat, bagaimanapun seharusnya hal pribadi yang dibagikan ke publik ada batasnya.

"Pengguna medsos Indonesia belum sadar ini. Perlu ada pertimbangan etika," kata Nina.

Lantas, apakah konten seperti ini arahnya akan terus diproduksi? "Tentu saja tidak," kata Nina menjawab.

"Kita perlu mencetak content creator yang mampu membuat konten yang memiliki pesan-pesan edukatif tetapi menarik untuk dikonsumsi generasi muda di semua kalangan," tegasnya.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x