Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Hasil Pertemuan Jokowi dengan Eks PM Inggris Tony Blair: UEA akan Investasi Solar Panel di IKN

Kompas.tv - 19 April 2024, 07:50 WIB
hasil-pertemuan-jokowi-dengan-eks-pm-inggris-tony-blair-uea-akan-investasi-solar-panel-di-ikn
Pertemuan antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (18/4/2024). (Sumber: BPMI Setpres)
Penulis : Dina Karina | Editor : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan, Uni Emirat Arab (UEA) akan berinvestasi membangun fasilitas solar panel di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Rencana investasi itu terungkap dalam pertemuan antara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (18/4/2024).

Adapun Bahlil dan Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mendampingi Jokowi dalam pertemuan tersebut. 

Bahlil mengatakan, dalam kunjungan itu, Tony Blair yang juga selaku Executive Chairman Tony Blair Institute (TBI) membahas serangkaian inisiatif strategis untuk memajukan sektor energi terbarukan dan transformasi digital di Indonesia. 

“Kami sedang menyusun detail rencana pembangunan ini,” kata Bahlil dalam keterangan pers di Kompleks Istana usai pertemuan.

Bahlil menambahkan, inisiatif ini akan difasilitasi oleh Tony Blair dan merupakan bagian dari kerja sama lebih luas di bidang energi baru terbarukan dan logistik.

Baca Juga: Menlu Tiongkok Temui Presiden Jokowi di Istana, Bahas Konflik Iran-Israel

Selain itu, pembahasan juga mencakup rencana pemanfaatan carbon storage di Indonesia, yang diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan negara baru. 

“Kami berbicara tentang bagaimana carbon storage yang sudah kita putuskan kemarin bahwa 70 (persen) dalam negeri, 30 (persen) luar negeri,” ujar Bahlil.

Anas menambahkan, pemerintah Indonesia akan bekerja sama dengan Tony Blair Institute terkait transformasi digital pemerintah yang kini sedang dikebut.

Menteri PANRB menjadi salah satu koordinator tim Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) nasional.

“Saat ini Indonesia, sesuai arahan Presiden Jokowi, mengebut transformasi digital. GovTech sudah dibentuk dengan nama INA Digital yang kini sedang menyiapkan integrasi dan interoperabilitas layanan pemerintah," ungkap Anas. 

“Tadi disampaikan bahwa dari pengalaman Bapak Tony Blair mencermati transformasi digital layanan publik di berbagai negara, dan di Indonesia termasuk yang paling atraktif,” imbuh Anas.

Baca Juga: Jokowi Tunjuk Luhut jadi Koordinator Investasi Apple di Ibu Kota Nusantara

Anas menyatakan, pihaknya juga telah melakukan studi ke negara-negara yang berhasil melakukan transformasi digital seperti Estonia, Inggris, Australia, hingga Jepang.

Anas memaparkan, Indonesia saat ini berada di titik krusial dalam perjalanan transformasi digital pemerintah untuk menuju layanan digital yang berorientasi ke warga (citizen centric).

Bukan lagi berorientasi pada pendekatan instansi seperti selama ini. 

Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Presiden 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional pada Desember 2023.

“Perpres itulah yang mengakselerasi integrasi layanan digital. Semua kementerian dan lembaga bekerja menginteroperabilitaskan layanan, dimulai dari 9 sektor prioritas, di antaranya kesehatan, pendidikan, bantuan sosial, izin keramaian, SIM, digital ID, digital payment, dan layanan digital ASN," terangnya. 

Anas mengatakan, di jajaran 20 besar negara dengan e-Government Development Index (EDGI) tertinggi dari PBB, semuanya memiliki tim digital pemerintah alias GovTech.

Baca Juga: Rupiah Melemah, Erick Thohir Minta BUMN Tinjau Ulang Utang dan Lakukan Uji Stres

Tim itu bertugas mengintegrasikan seluruh layanan digital dan menciptakan standardisasi ekosistem digitalisasi pemerintahan. 

Di Inggris misalnya, lanjut Anas, mereka mengintegrasikan layanan digital hanya lewat satu akses melalui platform Gov.UK. 

"GovTech itulah yang memandu integrasi layanan digital, sehingga di beberapa negara, dulu mereka punya ratusan sampai ribuan aplikasi layanan publik, kini hanya tinggal belasan dan bahkan satu portal layanan saja," tandasnya. 




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x