Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Luhut Sebut Pemerintah Mau Tunda Penerapan Pajak Hiburan: Belum Ada Urgensinya

Kompas.tv - 18 Januari 2024, 08:52 WIB
luhut-sebut-pemerintah-mau-tunda-penerapan-pajak-hiburan-belum-ada-urgensinya
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam rapat evaluasi dan kinerja 2023, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (22/12/2023). (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pihaknya akan mengupayakan penundaan pajak hiburan. 

Luhut mengatakan ia sudah membahas masalah ini dengan instansi terkait. 

"Saya sebenarnya sudah mendengar ini sejak beberapa waktu lalu. Sehingga saat itu saya langsung mengambil inisiatif dengan mengumpulkan instansi terkait untuk membahas masalah ini," kata Luhut dalam akun Instagramnya, Rabu (17/1/2024). 

"Saya berpendapat wacana ini perlu ditunda dulu pelaksanaannya, untuk kami evaluasi bersama apa dampaknya pada rakyat. Terutama mereka para pengusaha kecil," ujarnya. 

Ia menyampaikan, industri hiburan bukan hanya berisi karaoke dan diskotek saja. Ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada para penyedia jasa hiburan baik skala kecil sampai menengah. 

Baca Juga: Heru Budi Siap Bahas Lagi Pajak Hiburan di Jakarta dengan DPRD DKI

"Atas dasar itulah, saya merasa belum ada urgensi untuk menaikkan pajak ini," ujarnya. 

Ia menerangkan, aturan pajak hiburan yang ditetapkan dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) tidak muncul begitu saja. Melainkan atas pembahasan bersama pemerintah dengan Komisi XI DPR. 

Saat ini, UU tersebut tengah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Juducial review itu juga akan jadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.

"Ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi, saya pikir itu harus kita pertimbangkan karena keberpihakan kita ke rakyat kecil, karena itu banyak menyangkut pada pedagang-pedagang kecil juga," tuturnya. 

Luhut pun menegaskan bahwa dirinya sangat mendukung pengembangan pariwisata di daerah. Oleh karena itu, ia tak ingin kenaikan pajak membebani pelaku usaha, terlebih mereka yang terlibat dan merasakan dampaknya.

Baca Juga: Diprotes Inul dan Pengusaha Lainnya soal Pajak Hiburan Naik, Ini Jawaban Sandiaga Uno

"Jadi hiburan itu jangan hanya dilihat diskotek. Bukan, ini banyak, sekali lagi impact (dampak) pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ," ujarnya. 

Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, pemerintah tetap menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dengan tarif batas bawah 40% dan batas atas 75%. 

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, ada sejumlah pertimbangan atas keputusan tersebut. 

"Hal tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu," kata Lydia dalam media briefing di Jakarta, Selasa (16/1/2024). 

"Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha," ujarnya. 

Baca Juga: Apindo Sebut Pajak Hiburan untuk Karaoke hingga Spa Idealnya 10 Persen, Sama Seperti Hotel-Restoran

Ia menyatakan, dalam menetapkan tarif pajak hiburan itu, pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dan mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan.

Serta, mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara. 

Lydia menerangkan, PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah pajak daerah. 

UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) memberi ruang kepada Pemerintah Daerah, dengan memberikan kewenangan/diskresi untuk menetapkan dan menyesuaikan tarif PDRD sesuai dengan kondisi perekonomian di wilayah masing- masing.

"Termasuk di dalamnya dalam menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan tertentu dalam range tarif 40%-75%," ujarnya. 

Baca Juga: BUMN Bank BRI Buka Lowongan Kerja Besar-besaran untuk S1, Penempatan Berbagai Kota

Selain itu, UU HKPD juga mengatur kewenangan Pemda untuk memberikan fasilitas berupa insentif fiskal, guna mendukung kemudahan berusaha dan berinvestasi di wilayah masing- masing sesuai amanah pasal 101 UU HKPD.

Di sisi lain, tidak semua usaha hiburan dikenakan pajak 40%-75%. Ada beberapa jenis usaha hiburan dan kesenian lainnya yang secara umum, pajaknya turun dari semula sebesar paling tinggi 35% menjadi paling tinggi 10%. 

Lydia menuturkan, hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya. Seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.

Ia menyebut penurunan itu sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.

Selain itu, secara umum pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Guna menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.

Baca Juga: Muhaimin, Gibran, Hingga Mahfud Jelang Debat Keempat Cawapres, Begini Persiapan nya!

"PBJT atas jasa kesenian dan hiburan bukanlah suatu jenis pajak baru, sudah ada sejak Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Pada masa itu, objek PBJT atas jasa kesenian dan hiburan telah dipungut dengan nama pajak hiburan," ujarnya. 

Jenis kesenian dan hiburan pajaknya paling tinggi 10% adalah: tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu; (ii) pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; (iii) kontes kecantikan; (iv) kontes binaraga; (v) pameran; (vi) pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap.

Lalu (vii) pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; (viii) permainan ketangkasan; (ix) olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran. 

Kemudian (x) rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang 




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x