Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Tolak Larangan Iklan Produk Tembakau di RPP UU Kesehatan, Asosiasi Periklanan Kirim Surat ke Menkes

Kompas.tv - 11 November 2023, 13:35 WIB
tolak-larangan-iklan-produk-tembakau-di-rpp-uu-kesehatan-asosiasi-periklanan-kirim-surat-ke-menkes
Ilustrasi iklan rokok. (Sumber: Pixabay)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan dan Penyiaran menolak larangan iklan produk tembakau yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Menurut Asosiasi Periklanan, beberapa pasal yang ada dalam RPP tersebut sangat berdampak terhadap kelangsungan industri periklanan dan kreatif.

Beberapa pasal dalam RPP tersebut yang memberatkan industri kreatif menurut mereka yaitu:

1. Iklan televisi yang waktu siarannya makin sempit dari semula 21.30 - 05.00 menjadi 23.00 - 03.00.

2. Larangan total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang. Larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir

3. Larangan peliputan tanggung jawab sosial (CSR).

Maka dari itu, Sekretariat Bersama Asosiasi Bidang Jasa, Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran mengirim surat dengan tanda tangan Fabius Bernadi dari Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI) dan Dede Imam dari Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII), mengirim surat masukan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang isinya menolak poin larangan total iklan produk tembakau dalam RPP UU Kesehatan tersebut.

"Larangan total iklan pada berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif. Produk tembakau adalah komoditas legal dan berhak berkomunikasi dengan target konsumen dewasa. Untuk itu Industri Kreatif Nasional menolak Poin Larangan Total Iklan Produk Tembakau yang dituangkan dalam berbagai usulan regulasi (Revisi PP 109/2012 dan RUU Penyiaran)," tulis mereka dalam surat tersebut.

Dalam surat yang juga dikirim secara terpisah ke Ketua Komisi I DPR RI serta tembusan ke sejumlah Menteri itu, Asosiasi Periklanan juga menyertakan pertimbangan mengapa mereka menolak RPP UU Kesehatan.

Berikut poin-poin pertimbangannya:

Baca Juga: RPP Kesehatan Dinilai Ancam Perekonomian Ekosistem Tembakau, Pembahasan Diminta Libatkan Publik

1. Industri kreatif dan penyiaran dan para tenaga kerjanya sangat terancam keberlangsungannya bila larangan total iklan produk tembakau diberlakukan

Iklan produk tembakau bernilai lebih dari 9 Triliun Rupiah termasuk dalam sepuluh besar kontributor belanja iklan media di Indonesia. (Sumber : Data TV Audience Measurement Nielsen). Sementara kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun.

Di media luar ruang, iklan produk tembakau berkontribusi sebesar 50% dari pendapatan penyelenggara media luar ruang dan hampir setengah dari total jumlah Penyelenggara Media Luar Griya akan kehilangan pendapatan tersebut. Sementara sebanyak 22% anggota bahkan akan kehilangan pendapatan hampir mencapai 75%.
Secara umum, Industri kreatif juga menyerap lebih dari 725 ribu tenaga kerja secara langsung (Sumber: Data Kemenparekraf 2021). Secara umum, multi sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja. Sementara dengan regulasi yang berlaku saat ini, data menunjukkan bahwa kontribusi industri iklan produk tembakau telah menunjukkan penurunan 9-10%.

Rencana pelarangan total iklan pada pasal pengamanan zat adiktif RPP Kesehatan akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, periklanan, serta media-media yang menggantungkan pemasukannya dari penerimaan iklan dan promosi seperti TV, digital, dan media luar ruang. Hal ini juga akan berdampak terhadap keberlangsungan usahanya dan nasib tenaga kerja yang menggantungkan pekerjaannya kepada mata sektor tersebut.

2. Industri Ekonomi Kreatif Nasional Patuh Pada Aturan Iklan Produk Tembakau dan Turut Mendukung Upaya Pemerintah Menurunkan Prevalensi Perokok Anak

Selaku pelaku usaha yang beroperasi di Indonesia secara legal dan bertanggung jawab, asosiasi industri ekonomi kreatif nasional senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku. Iklan rokok diatur melalui sejumlah regulasi untuk memastikan bahwa komunikasi yang ditujukan oleh produsen menjangkau konsumen dewasa. Termasuk di antaranya, iklan produk tembakau pada berbagai jenis media saat ini telah diatur secara komprehensif pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 (PP 109), serta ketentuan tentang iklan produk tembakau juga diatur detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Keduanya dipatuhi secara disiplin oleh pelaku ekonomi kreatif.

3. Industri Kreatif Nasional Tidak Pernah Dilibatkan dalam Proses Penyusunan dan Partisipasi Publik Bermakna

Sesuai amanah Undang-undang sebagai salah satu pemangku kepentingan, kami tidak pernah diinformasikan dan dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap keberlangsungan usaha. Kementerian pembina sektor dimana kami bernaung juga tidak pernah diinformasikan atau pun dikonsultasikan terkait rencana dan proses penyusunan regulasi tersebut. Hal ini sangat kami sayangkan karena pemahaman industri kreatif menjadi sangat terbatas terkait rencana penerapan peraturan tersebut. Terlebih RPP kesehatan disusun dengan metode omnibus di mana poin-poin pelarangan total juga dibahas bersamaan dengan berbagai lain yang tidak berhubungan dengan usaha kami.

Asosiasi Periklanan pun siap dan berharap dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan agar tidak berdampak buruk terhadap industri kreatif.

"Kami terbuka dalam diskusi proses penyusunan kebijakan agar dalam perubahannya tidak merugikan para pelaku industri kreatif serta tepat sasaran dalam mendukung upaya Pemerintah dan berharap agar dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap industri kreatif," demikian surat tersebut. 

Baca Juga: Kemnaker Minta Cabut Pasal RPP Kesehatan yang Dinilai Berdampak PHK




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x