Kompas TV bisnis kebijakan

Dirut Pertamina Nicke Widyawati Ungkap Harga BBM Bisa Saja Diturunkan

Kompas.tv - 16 Juni 2020, 12:29 WIB
dirut-pertamina-nicke-widyawati-ungkap-harga-bbm-bisa-saja-diturunkan
Ilustrasi SPBU terkait penurunah harga BBM Pertamax (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Tito Dirhantoro

JAKARTA, KOMPAS TV - Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengatakan pihaknya bisa saja menurunkan harga bahan bakar minya atau BBM pada saat ini atau di tengah anjloknya harga minyak dunia.

Namun demikian, dia mengatakan, ada hal yang perlu dicatat jika harga BBM diturunkan, yakni dengan memilih biaya produksi yang lebih rendah.

Caranya, meningkatkan impor minyak murah dan memangkas produksi atau bahkan menutup sektor hulu migas.

Baca Juga: Asik! Harga BBM Pertamax Turun Lagi, Ini Rinciannya

"Tapi, kemudian kalau hulu migas ditutup, kilang-kilang ditutup, kita akan kembali lagi ke zaman dulu, tergantung dengan impor," kata Nickewidyawati dikutip dari Kompas.com, Senin (15/6/2020).

Dengan ditutupnya kilang, maka tujuan pemerintah untuk menciptakan kemandirian energi tidak akan terealisasi.

"Bayangkan kalau kita hanya mengandalkan impor yang katanya di luar negeri itu murah," ujarnya.

"Oke kita andalkan impor, enggak usah kita memproduksi sendiri. Kalau ternyata negara tersebut terjadi lockdown enggak bisa mengirimkan BBM-nya?".

Baca Juga: Sri Mulyani: Harga Minyak Dunia Bisa Anjlok Sampai US$18 Per Barel, Akankah Harga BBM Turun?

Lebih lanjut, Nicke mengakui, harga minyak produksi dalam negeri sempat jauh lebih mahal ketimbang impor.

Namun, kata dia, perlu ada perhitungan panjang untuk memutuskan meningkatkan impor demi menciptakan harga BBM yang lebih murah.

"Waktu itu ketika harga minyak naik tiga bulan kita menunggu untuk menaikkan harga, tidak serta-merta," ujarnya.

Oleh karena itu, Nicke menekankan, masyarakat tidak dapat membandingkan secara langsung pergerakan harga BBM nasional dengan tetangga.

Baca Juga: Dirut Pertamina Jawab Desakan DPR Soal Penurunan Harga BBM

"Kecuali kalau kita memang ini trader ya trading company. Trading company mudah sih beli jual beli jual. Tapi, apa kabarnya dengan ketahanan dan kemandirian energi," ucapnya.

Terkait tak kunjung turunnya harga BBM, Presiden Jokowi sebelumnya disomasi oleh Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB).

Jokowi diberikan waktu sampai batas akhir tanggal 16 Juni 2020. Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi atau tidak ditanggapi, maka KMPHB bakal menggugatnya secara hukum. 

“Apabila sampai batas waktu tanggal 16 Juni 2020 tuntutan kami tidak dipenuhi, maka langkah kami berikutnya adalah menggugat secara hukum (citizen law suit) ke pengadilan,” kata Koordinator KMPHB, Marwan Batubara.

Baca Juga: Pengamat: Harga BBM Bisa Turun sampai 50%

Marwan mengatakan, pihaknya merasa perlu melayangkan somasi karena pemerintah tidak mengimplementasikan Kepmen ESDM No.62K/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual BBM Umum Jenis Bensin dan Solar Yang Disalurkan Melalui SPBU dan atau SPBN.

Jika merujuk pada aturan tersebut, kata Marwan, formula harga BBM yang ditetapkan pemerintah seharusnya turun. Namun, sampai saat ini pemerintah tak kunjung menurunkan harga BBM.

Marwan menambahkan, selama dua bulan terakhir masyarakat telah menanggung kelebihan bayar BBM mencapai Rp13,75 triliun. Dalam perhitungannya, Marwan menggunakan asumsi konsumsi BBM 100.000 kilo liter per hari. 

Baca Juga: Ekonom: Harga BBM Harusnya Turun Jadi di Kisaran Rp4.500 Per Liter

Jadi, jika pada April 2020 nilai rata-rata kemahalan harga BBM semua jenis adalah Rp2.000 per liter, lalu dikalikan dengan asumsi konsumsi BBM 100.000 liter per hari dan dikalikan selama 30 hari, maka hasilnya Rp6 Triliun.

Sementara kalkulasi pada Mei 2020, nilai rata-rata kemahalan harga BBM semua jenis mencapai Rp2.500 per liter. Maka dari itu, total kelebihan bayar bulan Mei 2020 adalah 100.000 kilo liter dikalikan 30 hari dan dikalikan lagi Rp2.500, maka hasilnya Rp7,75 triliun.

“Dengan demikian, selama April dan Mei 2020 masyarakat sebagai konsumen diperkirakan membayar lebih mahal sekitar Rp13,75 triliun,” ujar Marwan.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x