Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Stafsus Sri Mulyani Jelaskan Duduk Kasus Ekspor Emas Rp189 T yang Bikin Geger

Kompas.tv - 5 April 2023, 16:22 WIB
stafsus-sri-mulyani-jelaskan-duduk-kasus-ekspor-emas-rp189-t-yang-bikin-geger
Ilustrasi emas batangan. Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan duduk perkara kasus ekspor emas Rp189 triliun yang menjadi polemik di masyarakat. (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan duduk perkara kasus ekspor emas Rp189 triliun yang menjadi polemik di masyarakat.

Persoalan tersebut awalnya diungkap Menkopolhukam Mahfud MD, yang menyebut ada dugaan pencucian uang di Bea Cukai terkait impor emas Batangan Rp189 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan disebut Mahfud tidak mengetahui tentang hal itu, lantaran bawahan Sri Mulyani menutup akses informasi soal impor emas Rp189 triliun.

Tudingan Mahfud lantas dijawab oleh Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, yang menerangkan jika Bea Cukai sudah menempuh langkah sesuai prosedur hingga proses Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Namun Bea Cukai kalah dan MA menetapkan jika tidak ada unsur tindak pidana kepabeanan dalam perkara tersebut.

Dirjen Bea Cukai Askolani juga sudah menerangkan ke public, yang isinya kurang lebih sama dengan penjelasan Wamenkeu.

Namun, penjelasan Wamenkeu dan Dirjen Bea Cukai itu rupanya masih belum memuaskan sejumlah pihak. Akun @PartaiSocmed membuat utas di Twitter tentang janggalnya pengungkapan kasus impor emas batangan senilai ratusan triliun itu.

Berikut sebagian kutipan dari utas yang dibuat @PartaiSocmed, yang ditulis pada Sabtu (1/4/2023).

Kasus ini sesungguhnya merupakan kasus yg sangat sederhana dan mudah diungkap, yaitu mengubah klasifikasi HS Code emas impor yg harusnya kena Bea Masuk (BM) 5% menjadi klasifikasi HS 7108.12.10 yg BM 0%, alias bebas bea.

Tapi menjadi seolah2 rumit karena memang dibikin rumit sehingga publik tidak bisa melihat masalah yg sesungguhnya. Tercermin dari pernyataan2 pejabat Bea Cukai dan Kemenkeu mengenai kasus impor emas ini.

Contoh penjelasan dari Dirjen Bea Cukai yg tidak nyambung bahkan cenderung seperti pengalihan isu. Yg dipermasalahkan soal impor kok klarifikasinya tentang lain yaitu kasus ekspor? Selain tidak nyambung kesannya pengalihan isu dari isu sesungguhnya

Baca Juga: Daftar Aset Lukas Enembe Disita KPK: Ada Emas Batangan hingga Kendaraan Mewah Total Rp4,5 Miliar

Askolani ini bukan orang BC. Dia itu Dirjen Anggaran yg digeser Bu SMI jadi Dirjen BC, baru masuk Maret 2021. Proses bisnis ekspor impor aja harus tanya ke anak buahnya. Kami berpikir positif dia tidak paham apa yg dia sampaikan pada media.

Setali tiga uang dgn Dirjen Bea Cukai, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga menyampaikan klarifikasi copas yaitu mengalihkan kasus impor emas ke kasus lain yg tdk ada hubungannya sama sekali, yaitu kasus ekspor emas. Se-Indonesia dianggap botol,”

Menjawab unggahan tersebut, Stafsus Sri Mulyani Yustinus Prastowo juga membuat utas di Twitter. Ia menjelaskan kronologi kasus tersebut.

“Yg dipermasalahkan soal impor kok klarifikasinya tentang lain yaitu kasus ekspor? Begini. Januari 2016, KPU Bea Cukai Soetta melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yg dilakukan oleh PT. Q, yg kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan,” cuit Yustinus pada Minggu (2/4/2023).

Saat itu, PT. Q menyetor dokumen PEB (ekspor) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellry. Namun petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray. Sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.

Lalu, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada Persetujuan Ekspor dari Kemendag.

Dalam pemeriksaan itu, ditemukan juga bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray. Seolah yang akan diekspor adalah perhiasan. Sehingga, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Dugaan Pencucian Uang Rp189 Triliun Sengaja Ditutupi Anak Buah Sri Mulyani

“Menariknya, pada 2015 PT. Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp7T) namun ditolak DJP karena WP tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. Jadi DJBC dan DJP sinergi,” ujar Yustinus.

Jadi, lanjutnya, ini memang modus PT Q mengaku sebagai produsen Gold Jewellry tujuan ekspor. Hal itu dilakukan untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 impor emas batangan, yang seharusnya 2,5% dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3).

“Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor-lah yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT. Q. Dan tentu penyidikan yg dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis,” tutur Yustinus.

Selanjutnya, setelah dinyatakan P-21, atas perkara PT. Q dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017, yakni terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

“Tak menyerah, DJBC mengajukan Kasasi dg putusan: http://a.No 1549K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017 : Terdakwa Mr. X (Perorangan) Dir PT Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dg pidana penjara 6 bulan & denda Rp2,3 M. http://b.No 1374K/Pid.Sus/2017 tgl 20 Nov 2017 : Terdakwa PT. Q terbukti secara sah & meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dg pidana denda Rp500 juta,” terang pria yang juga menjabat sebagai  Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu itu.

“Namun, PT. Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT. Q Terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi BUKAN merupakan tindak pidana. Nah jelas ya di sini. Putusan MA yg menyatakan ini. Inkracht,” sambungnya.

Baca Juga: Soal Data Transaksi Mencurigakan, Wamenkeu: Tidak Ada Perbedaan

Yustinus menyampaikan, sejalan dengan penanganan perkara PT. Q, Kemenkeu-PPATK bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT. Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh DJBC, penelitian administrasi perpajakan oleh DJP, kemudian setelahnya penyelidikan dugaan TPPU. PPATK pun mengirimkan LHP kepada Kemenkeu.

“Saya insert di sini mengenai apa yg disampaikan Pak Mahfud, bahwa ada LHP PPATK yg diserahkan 2017 dan diterima DJBC dan Itjen. Bukan tdk ditindaklanjuti. Justru sdg berproses maka dilakukan kegiatan intelijen utk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata PK memenangkan terdakwa,” ucapnya.

“Berdasarkan case PT. Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan SR-205/PR.01/V/2020 kepada DJBC (by hand), berisi IHP atas grup perusahaan yg bergerak di bidang emas (9 WP Badan, 5 WP OP) dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp189,7 T,” lanjutnya.


 

Sejak tahun 2020, juga dilaksanakan tripartit yang merupakan forum intelijen Joint Analysis dengan callsign Jagadara (Juanda – Gatot Subroto – Rawamangun) dengan tujuan untuk optimalisasi penerimaan negara. Tiga lokasi itu adalah kantor pusat PPATK, DJP, dan DJBC.

“DJBC kemudian menindaklanjuti SR tsb, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di Bidang Kepabeanan. Nanti kita bahas sesuai ketentuan kepabeanan yg berlaku global,” kata Yustinus.

“Mempertimbangkan tdk adanya unsur pidana kepabeanan & telah dilakukan penyidikan, divonis, namun kalah di tingkat Peninjauan Kembali (PK), maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yg disampaikan ke DJP,” imbuhnya.

“Data di SR tsb dimanfaatkan DJP utk pemeriksaan bukti permulaan thd PT. Q, sehingga WP melakukan Pengungkapan Ketidakbenaran & diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 M serta berhasil mencegah restitusi LB SPT Tahunan 2016 yg sebelumnya diajukan oleh PT. Q sebesar Rp1,58 M,” sambungnya.

Baca Juga: Respons Sri Mulyani soal Laporan SPT Pajak 2023 Tak Lampaui Target

Yustinus menegaskan, Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia menyebut semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan

“Mhn maaf ada penyempurnaan informasi: sesuai ketentuan, yang mengajukan kasasi adalah Jaksa Penuntut Umum sesuai KUHAP. Tentu DJBC sbg penyidik dan JPU punya posisi yang sama shg memutuskan utk kasasi,” jelasnya Yustinus.

“Kemenkeu akan terus berkoordinasi dg PPATK dan APH lain, tentu dlm arahan Komite Nasional PP TPPU. Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal. Terima kasih utk dukungan dan sinergi yg bagus,” pungkasnya.




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x