Kompas TV bisnis kebijakan

Warga Ber-KTP Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Diminta Ganti KTP, Pengamat: Menyusahkan Orang

Kompas.tv - 23 Februari 2023, 15:46 WIB
warga-ber-ktp-jakarta-yang-tinggal-di-daerah-lain-diminta-ganti-ktp-pengamat-menyusahkan-orang
Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2023). Pemprov DKI Jakarta dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong agar warga yang memiliki KTP DKI tapi tinggal di daerah lain, agar mengganti KTP nya sesuai domisili. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemprov DKI Jakarta dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong agar warga yang memiliki KTP DKI tapi tinggal di daerah lain, agar mengganti KTP nya sesuai domisili.

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, warga ber-KTP DKI banyak yang tinggal di wilayah aglomerasi Jabodetabek. Hal itu ia sampaikan usai rapat bersama Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (22/2/2023).

"Punya rumah di Bekasi, Tangerang, Tangsel, Depok, Bogor, tetapi KTP-nya masih di DKI," sebut Zudan usai mengikuti rapat bersama Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (22/2/2023).

"Nah, ini saya bersama Bapak Gubernur ingin mendorong penduduk-penduduk yang memang sudah punya rumah di luar DKI, ayo segera pindah (KTP) ke Bogor, Tangerang, Depok. Karena, riil sudah tidak tinggal di DKI Jakarta," tambahnya.

Baca Juga: Dikritik karena Anggarkan Rp20,3 Miliar untuk Beli Mobil Listrik, Sekda DKI: Perintahnya Presiden

Dalam pertemuan itu, keduanya juga membahas soal perampingan data penduduk Ibu Kota. Hal ini dilakukan agar penyaluran bantuan sosial oleh Pemprov DKI lebih tepat sasaran.

"Misalnya yang akan menerima bantuan sosial dari DKI, tetapi punya tanah, mobil, kemudian punya saham. Itu nanti akan kami keluarkan dari penerima bantuan, ini namanya proses pemadatan data," tutur Zudan.

Pada kesempatan yang sama, Pj Gubernur Heru Budi Hartono mengatakan pihaknya akan menghapus data warga yang sejatinya tak pantas menerima bantuan.

 "Kalau dia ada masuk di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) ternyata dia punya rumah, punya mobil, ya data itu kami delete. Tentunya setelah sinkronisasi dari Pak Dirjen (Zudan)," ujar Heru.


 

Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan ganti KTP sesuai domisili saat ini tidak ada urgensinya. Serta tidak ada aturan yang melarang warga untuk punya KTP yang tak sesuai dengan tempat tinggalnya.

“Enggak setuju, itu menyusahkan orang. Karena dimanapun tinggal kan tetap Warga Negara Indonesia,” kata Trubus saat dihubungi Kompas TV, Kamis (23/2/2023).

Baca Juga: Berlaku November 2023, Ini Aturan Penghapusan Tenaga Honorer yang Bikin Kepala Daerah Pusing

Menurut Trubus, jika Pemprov DKI menerapkan kebijakan itu, justru semangat pembangunannya terbalik. Malah membuat Jakarta eksklusif untuk masyarakat tertentu. Ia khawatir kebijakan serupa juga akan diterapkan oleh daerah lain di Indonesia.

“Saya lihat enggak ada dampak negatifnya kok, kalau banyak orang yang punya KTP Jakarta tapi tidak tinggal di Jakarta. Begitu juga di daerah lain,” ujarnya.

Jika kebijakan itu diterapkan karena pemda ingin menertibkan adminstrasi, Trubus menyebut yang harus diperbaiki adalah sistemnya.

“Pemda harus memberikan layanan publik yang sama untuk semua warga. Tidak boleh diskriminatif,” sebutnya.

Di sisi lain, Trubus memahami besarnya anggaran yang digelontorkan DKI Jakarta untuk layanan publik. Misalnya rumah sakit. Sedangkan pemasukan pajak daerahnya belum optimal. Seperti yang pernah dilontarkan Heru Budi beberapa waktu lalu, banyak warga yang punya KTP Jakarta karena layanan publik di Ibu kota bagus.

Trubus pun mengusulkan, jika Pemprov DKI memberlakukan sejumlah syarat bagi warga yang tetap ingin ber-KTP Jakarta, tapi tinggalnya di daerah lain.

Baca Juga: Urbanisasi ke Jakarta Naik, Heru Budi: DKI Punya RS Bagus, Bansosnya Ada 17

“Pertama. Warga itu harus punya aset di Jakarta. Entah rumah atau apa. Sehingga ada keterikatan dengan Jakarta. Atau bisa juga, warga ini dikenakan tarif yang lebih tinggi saat akan memakai layanan publik di Jakarta,” tuturnya.

“Enggak bisa juga kalau enggak ada keterikatan apa-apa, sehari-hari tinggal dan kerja di daerah lain, tapi giliran mau nikmati fasilitas layanan publik baru datang ke Jakarta,” lanjutnya.




Sumber : Kompas.com, Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x