Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Kemacetan Jakarta yang Ikonik dan Pentingnya Pembatasan Kendaraan Pribadi Meski Berlabel Ramah Emisi

Kompas.tv - 16 Desember 2022, 12:04 WIB
kemacetan-jakarta-yang-ikonik-dan-pentingnya-pembatasan-kendaraan-pribadi-meski-berlabel-ramah-emisi
Ilustrasi kemacetan di Jakarta. (Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah tengah mendorong pemakaian kendaraan listrik di Indonesia. Salah satu caranya dengan memberikan subsidi pembelian mobil dan motor listrik, yang akan diimplementasikan tahun depan. Pemerintah berdalih, kendaraan listrik lebih ramah lingkungan dan lebih hemat untuk pemiliknya. 

Namun dalam konteks penataan sektor transportasi dan lalu lintas, rasanya tak berlebihan jika kita bertanya, bukankah banyaknya kendaraan listrik juga akan menambah kemacetan? 

Pemerintah pusat dan daerah memang terus berupaya memperbaiki layanan transportasi publik, agar makin banyak masyarakat yang mau naik bus umum, MRT, LRT, dan KRL saat berpergian. Idealnya upaya itu tidak dikontraskan dengan kebijakan mendorong pembelian kendaraan pribadi. Meskipun dengan label ramah lingkungan. 

Baca Juga: Untung Rugi Kendaraan Listrik di Indonesia, Hemat Energi hingga Ancaman Pejalan Kaki

Kenyataannya, kemacetan masih merajalela di kota-kota besar. Terutama Jakarta. Tingkat kemacetan dan kepadatan lalu lintas sudah kembali ke level sebelum pandemi, karena tidak ada lagi pembatasan kegiatan masyarakat. 

Kemacetan seperti sudah menjadi ikon untuk Jakarta. Karena setiap orang yang pernah bekerja atau tinggal di Jakarta, pasti akan selalu teringat pada berapa macetnya kota ini. 


 

”Aktivitas masyarakat sekarang sudah seperti fenomena 2019, sebelum pandemi. Pasti pergerakan transportasi semakin besar,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman di Jakarta, seperti dikutip dari Kompas.id, Kamis (15/12/2022). 

Harian Kompas menyodorkan data dari laporan TomTom Index yang diambil pada 3-9 Desember 2022. Laporan itu menyebutkan, rata-rata level kemacetan selama tujuh hari tersebut, melebihi periode yang sama tahun 2021 dan lebih rendah sedikit dari tahun 2019.

Puncak kemacetan terjadi di jam pulang pukul 17.00. Pada pekan itu, ada tiga hari di mana kemacetan hampir menyentuh level 90 persen. Ini artinya, waktu tempuh perjalanan 90 persen lebih lama dari waktu tempuh tanpa kemacetan.



Sumber : Komoas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x