Kompas TV bisnis perbankan

Bunga Acuan Naik 4 Kali, BI Sebut Dampaknya ke Cicilan Masyarakat Masih Minim

Kompas.tv - 18 November 2022, 15:24 WIB
bunga-acuan-naik-4-kali-bi-sebut-dampaknya-ke-cicilan-masyarakat-masih-minim
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (18/08/2022). (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Dina Karina | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan untuk keempat kalinya pada tahun ini, hingga menjadi 5,25 persen. Selain itu, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility jadi sebesar 4,50 persen serta suku bunga lending facility menjadi 6,00 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah yang dilakukan BI itu adalah tindakan preventif untuk menahan laju inflasi semakin tinggi dan menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Menurut Perry, meski bunga acuan sudah naik 4 kali, dampaknya terhadap bunga perbankan, baik kredit dan simpanan, masih minim. 

Ia menyebut, suku bunga kredit perbankan pada Oktober 2022 meningkat terbatas menjadi 9,09 persen dari 8,94 persen pada Juli 2022.

Sedangkan suku bunga deposito 1 bulan pada Oktober 2022 naik menjadi 3,40 persen dari 2,89 persen pada Juli 2022. 

Karena biasanya, dampak kenaikan bunga acuan baru terasa enam bulan kemudian.

Selain itu, likuiditas perbankan masih longgar yang memperpanjang efek tunda (lag effect) transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga dana dan kredit.

Baca Juga: Bunga Acuan BI Naik, Cicilan KPR Diprediksi Naik Rp300.000 Per Bulan, Cek Bunga KPR Tiap Bank


"Likuiditas perbankan masih meningkat dan memadai. Per Oktober 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 29,46 persen dan meningkat dari bulan sebelumnya," kata Perry, Kamis (17/11/2022), seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Meskipun dampaknya masih terbatas, bukan berarti kenaikan BI rate tidak berdampak pada cicilan masyarakat.

Menurut ekonom INDEF Eko Listiyanto, salah satu yang terdampak adalah kenaikan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Terutama bagi masyarakat yang baru akan mengambil rumah atau KPR eksisting dengan sistem bunga mengambang (floating), bukan bunga flat.

"Kalau sistem bunga itu biasanya floating atau mengikuti suku bunga, kenaikan ini akan berpengaruh untuk konsumen karena suku bunga pinjam kredit akan naik semua, termasuk KPR," ujar Eko kepada Kompas TV, Jumat (18/11).

Eko juga menilai kenaikan bunga acuan sebagai upaya menjaga nilai tukar rupiah saja. Ia menjelaskan, ekonomi Indonesia saat ini tengah mendapat momentum untuk tumbuh.

Penyebab utamanya adalah peralihan pandemi Covid-19 menjadi endemi. Sehingga aktivitas ekonomi di seluruh wilayah dan sektor kian bergeliat.

Baca Juga: Cara Ajukan Kredit Tanpa Agunan Lewat Aplikasi BRImo, Plafon Hingga Rp300 Juta

Hal itu juga terlihat dari penyaluran kredit perbankan yang masih tumbuh di atas 10 persen.

"Orang usaha itu, nyari modal, faktor utamanya bukan bunganya tinggi terus dia enggak jadi pinjam. Buat mereka enggak apa-apa bunga tinggi yang penting ekonomi jalan," terangnya.

Jika ekonomi bergerak, pengusaha akan dapat pemasukan banyak untuk menjalankan bisnisnya, membayar cicilan ke bank, namun tetap mendapat keuntungan.

Ia menambahkan, tingkat inflasi di Indonesia juga tidak setinggi di Amerika Serikat yang lebih dari 8 persen.

"Selama para pencari kredit masih banyak, dampak kenaikan suku bunga acuan tidak akan terlalu terasa," tandasnya.

Sementara itu, perbankan sudah mulai menaikkan bunga kredit mereka. Salah satunya adalah Bank BCA.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, bunga kredit sudah naik mengikuti kenaikan bunga acuan yang dilakukan sebelumnya.

Baca Juga: GoTo PHK 1.300 Karyawan, Ini Besaran Pesangon yang DIberikan

"Saya kira (langkah BI) ini sudah benar. Kenaikan bunga The Fed menyebabkan rupiah juga harus disesuaikan agar kurs dollar ke rupiah bisa dikendalikan secara baik," ucap Jahja kepada Kontan.co.id.

Sedangkan BCA baru akan menyesuaikan bunga deposito tahun ini. Sementara penyesuaian terhadap bunga kredit jenis lain, kata Jahja, masih membutuhkan evaluasi lebih lanjut ke depan.  

Tiap bank memang memiliki penilaian yang berbeda-beda tentang kapan waktunya menyesuaikan bunga kredit dan simpanan, sesuai dengan risiko bisnis masing-masing.



Sumber : Kompas TV, Kontan.co.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x