Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

BI Rate Naik, Bunga Kredit Mobil-KPR hingga Harga Barang Bisa Ikut Naik, Ini Penjelasannya

Kompas.tv - 24 Agustus 2022, 12:44 WIB
bi-rate-naik-bunga-kredit-mobil-kpr-hingga-harga-barang-bisa-ikut-naik-ini-penjelasannya
Bank Indonesia (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Bank Indonesia baru saja menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 3,75 persen. BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 basis poin menjadi 3 persen dan suku bunga Lending Facility 4,5 persen.

Lantas apa dampak kenaikan bunga acuan ini bagi kehidupan masyarakat sehari-hari? Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah menjelaskan, kenaikan suku bunga umumnya dilakukan untuk menurunkan permintaan masyarakat. Dengan berkurangnya konsumsi, maka inflasi bisa ditahan.

"Diharapkan dengan naiknya suku bunga acuan, suku bunga simpanan seperti deposito akan naik. Suku bunga kredit seperti kredit mobil dan KPR juga akan naik," kata Piter kepada Kompas TV, Rabu (24/8/2022).

"Harapannya masyarakat akan lebih memilih menabung dibanding konsumsi," ujarnya.

Selain itu, perusahaan yang memiliki pinjaman ke bank juga akan terdampak. Sehingga kenaikan bunga pinjaman akan menjadi biaya tambahan bagi perusahaan.

Baca Juga: Mendag Bilang Harga Telur Jangan Diributkan, IKAPPI: Ini Jeritan Emak-emak

"Perusahaan manufaktur misalnya, yang punya pinjaman ke bank. Dengan naiknya bunga acuan, beban biaya mereka juga akan meningkat. Lalu akhirnya mereka akan menaikkan harga jual produknya," kata Piter.


 

Ia menyampaikan, biasanya kenaikan bunga acuan akan lebih cepat diikuti oleh perbankan. Dibanding saat BI menurunkan bunga acuan. Prediksinya, dalam 3 bulan ke depan perbankan sudah menyesuaikan bunga simpanan dan kredit mereka.

Di sisi lain, Piter menilai kenaikan BI Rate tidak akan terlalu berdampak. Pasalnya jumlah kenaikan kecil, hanya 25 basis poin. Masyarakat yang memiliki fasilitas kredit dengan bunga flat juga tidak akan terdampak.

Namun nasabah yang baru akan mengajukan kredit lah yang akan merasakan kenaikan bunga.

Selain itu, kenaikan suku bunga sebagai transmisi moneter juga kurang efektif untuk mengendalikan inflasi. Karena inflasi terjadi karena adanya masalah pasokan akibat perang Rusia-Ukraina.

Baca Juga: Kenaikan Harga Telur Berlanjut Sampai September, Peternak: Ada Dugaan Pemain Besar

"Inflasi saat ini bukan dari tingginya konsumsi, tapi lebih ke suplai. Ada cost push yaitu berupa kenaikan biaya bahan baku, energi, harga minyak," ucap Piter.

"Nah kalau suku bunga itu efektif untuk mengontrol inflasi yang disebabkan naiknya permintaan. Jadi enggak akan cukup efektif untuk meredam inflasi yang disebabkan masalah pasokan," ucapnya.

Piter melanjutkan, keterkaitan masyarakat di Indonesia dengan bank belum terlalu besar. Karena masih banyak rakyat Indonesia yang belum punya akses ke perbankan. Berbeda halnya dengan di negara maju.

"Kalau di negara maju, semua orang punya kredit ke bank. Jadi ketika suku bunga naik, itu berasa banget," ujarnya.
 



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x