Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Sanksi Pidana Jadi Opsi Terakhir Pemerintah Hadapi Pengemplang Pajak Dalam UU HPP

Kompas.tv - 4 November 2021, 12:08 WIB
sanksi-pidana-jadi-opsi-terakhir-pemerintah-hadapi-pengemplang-pajak-dalam-uu-hpp
Rapat paripurna DPR mengesahkan UU HPP pada Kamis (7/10/2021). Kementerian Keuangan menyatakan UU HPP akan mereformasi perpajakan Indonesia dan akan meningkatkan penerimaan pajak yang menjadi penopang pendapatan, seperti negara maju. (Sumber: Kementerian Keuangan )
Penulis : Dina Karina | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021.

UU yang terdiri dari 9 bab itu memiliki 6 ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas TV dari Ditjen Pajak, disebutkan salah satu bahasan dalam ruang lingkup KUP adalah asas ultimum remidium yang dikedepankan saat negara menghadapi kasus pidana pajak.

Baca Juga: Alasan Ini yang Membuat Buruh Yakin UMP 2022 Bisa Naik 10 Persen

"Penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remidium melalui pemberian kesempatan kepada WP (wajib pajak) untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara bahkan hingga tahap persidangan," demikian bunyi keterangan tersebut.

Ultimum remedium merupakan salah satu asas dalam hukum pidana Indonesia, yang intinya hukum pidana adalah upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Sehingga jika perkara pajak masih bisa diselesaikan lewat jalur negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi, maka upaya tersebut yang didahulukan.

"UU ini diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor, lewat keterangan tertulisnya, Kamis (4/11/2021).

Neilmadrin menyampaikan, waktu berlakunya UU HPP berbeda-beda tergantung ruang lingkup yang diatur.

Baca Juga: Waspada! Ini 3 Modus Pencurian Data Pribadi di Sektor Keuangan

“Perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan UU KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan," terangnya.

Neilmaldrin juga mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan dengan baik waktu mulai berlaku untuk tiap-tiap kebijakan, agar tidak sampai terlewat dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Selain soal penerapan asas ultimum remidium dalam perkara pajak, ruang lingkup KUP dalam UU HPP juga mencakup:

Baca Juga: Kuras Tabungan Beli Koin SQUID, Pria Ini Malah Rugi Hampir Rp400 Juta

• Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif.
• Penurunan besaran sanksi dan pengenaan sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan
dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)/membuat pembukuan.
• Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP.
• Pengaturan asistensi penagihan pajak global.
• Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara
simultan dengan proses keberatan atau banding.
• Kewenangan pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan di bidang perpajakan dengan
negara mitra secara bilateral maupun multilateral. 



Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x