Kompas TV bisnis kompas bisnis

Asosiasi INAPLAS Anggap Ketentuan Pajak Karbon Tak Pertimbangkan Inovasi Perusahaan

Kompas.tv - 6 Oktober 2021, 16:56 WIB
asosiasi-inaplas-anggap-ketentuan-pajak-karbon-tak-pertimbangkan-inovasi-perusahaan
Ilustrasi: Emisi karbon dari pabrik. Kini pemerintah lagi menggodok pajak karbon (Sumber: Kompas.id/Adrian Fajriansyah)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budiono merespons rencana penerapan pajak karbon yang akan disahkan pemerintah.

Menurutnya, penerapan pajak karbon merupakan kesia-siaan perusahaan di tengah upayanya yang mendukung ekonomi hijau dengan beragam inovasi energi.

Alih-alih berinovasi, kini perusahaan justru direncanakan akan dikenakan bea pajak karbon. Artinya, kata Fajar, enggak ada artinya inovasi yang dilakukan selama ini.

"Jadi kita banyak melakukan inovasi yang tujuannya menurunkan emisi yang ujung ujungnya kita menurunkan ongkos produksi. Tapi lagi-lagi 20 persen ada di listrik, kalau listrik mayoritas batu bara dan kena pajak karbon juga, enggak ada artinya inovasi yang kita lakukan selama ini," ujar Fajar dalam program "B-Talk Bussines Talk" Kompas TV, Selasa (5/10/2021).

Perlu diketahui, pajak karbon bagi perusahaan akan tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

Sementara itu, fakta yang terjadi perusahaan telah berupaya untuk menurunkan emisi dengan mulai berinovasi recovery panas dan air.

Baca Juga: 18 Asosiasi Pengusaha Sepakat Tolak Rencana Implementasi Pajak Karbon

Padahal saat perusahaan melakukan inovasi, pihaknya perlu menurunkan ongkos produksi dengan kebutuhan pokok listrik yang tetap 20 persen dan berbahan utama batu bara.

Fajar menilai perusahaan yang telah berupaya melakukan inovasi jadinya akan sama saja dengan perusahaan yang tetap tidur tanpa inovasi di hadapan RUU HPP soal pajak karbon.

"Jadi artinya semua orang yang berinovasi atau tidur tanpa inovasi akan tetap kena pajak. Daya saing kita juga akan berat di sini," pungkas Fajar Budiono.

Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan, pengenaan pajak karbon adalah upaya Indonesia mengatasi perubahan iklim. Indonesia berperan penting dalam komitmen dunia mengurangi efek gas rumah kaca.

Indonesia turut meratifikasi perjanjian internasional seperti Paris Agreement dengan komitmen menurunkan 26 persen emisi GRK pada tahun 2020, dan 29 persen pada tahun 2030. Bahkan angkanya bisa lebih tinggi bila mendapat dukungan internasional.

Wanita yang akrab disapa Ani ini memastikan, implementasi pajak karbon akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati.

Pemerintah akan memperhatikan sektor terkait dan menyelaraskan dengan perdagangan karbon. Pelaksanaannya jangan sampai mendisrupsi pemulihan ekonomi saat pandemi Covid-19 berlangsung.

"Implementasi pajak karbon menjadi sinyal atas perubahan behaviour dari pelaku usaha juga ditujukan untuk menuju ekonomi hijau yang makin kompetitif dan menciptakan sumber pembiayaan baru bagi pemerintah dalam rangka transformasi pembangunan yang berkelanjutan," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Atasi Krisis Lingkungan, Para Ulama Dukung Penerapan Pajak Karbon



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x