Kompas TV bbc bbc indonesia

Kasus Herry Wirawan Terungkap saat Santriwati 16 Tahun Beli Alat Uji Kehamilan di Warung (3)

Kompas.tv - 6 April 2022, 23:22 WIB
kasus-herry-wirawan-terungkap-saat-santriwati-16-tahun-beli-alat-uji-kehamilan-di-warung-3
Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat yang diganjar hukuman mati dan dirampas harta serta asetnya akibat kejahatannya. (Sumber: Kejati Jabar)
Penulis : Vyara Lestari
Pelaku 'mengeksploitasi korban'

Kasus ini baru mengemuka ketika aktivis perempuan Nong Andah Darol Mahmada mengunggah utas di Twitter yang mengungkap kasus kekerasan seksual yang terkubur rapat itu.

Utasnya disukai dan diunggah ulang ribuan kali dan menjadi perbincangan di dunia maya.

Kepada BBC News Indonesia, Nong menyebut kasus kekerasan seksual ini "luar biasa" karena selain para korban yang berusia di bawah umur, kekerasan seksual itu dilakukan oleh seseorang yang mengaku sebagai guru agama.

"Yang terjadi malah si gurunya ini memanfaatkan atau mengeksploitasi," kata Nong.

Apalagi, kasus ini sudah terjadi sejak 2016, namun baru terungkap setelah bertahun-tahun terjadi.

Tak hanya dieksploitasi secara seksual, tenaga para santri juga dieksploitasi untuk membangun bangunan pesantren, kata Mary Silvita, pendamping para korban

Ia mengungkap terbongkarnya kasus ini bermula dari temuan tetangga salah satu korban, yang beberapa bulan lalu pulang ke rumahnya di Garut, Jawa Barat, setelah "mondok" di sebuah pesantren di Bandung.

Tetangga itu - yang kini menjadi salah satu saksi kekerasan seksual tersebut - mendapati korban yang berusia sekitar 16 tahun membeli alat uji kehamilan di sebuah warung.

Orang tua korban yang mendapat laporan dari tetangga tersebut langsung menanyakan langsung kepada korban, yang kemudian mengaku bahwa dia harus melakukan tes kehamilan karena sudah berhubungan seksual dengan pengasuh pondok pesantrennya.

"Ini yang kemudian menjadi pukulan berat bagi keluarga. Keluarga langsung membuat laporan polisi," ungkap Marry.

Pada 18 Mei 2021 silam, para orang tua korban akhirnya melaporkan kekerasan seksual yang dilakukan HW kepada polisi. Ia kemudian ditahan pada 1 Juni 2021 dan saat ini sedang diadili.

Berdasar surat dakwaan yang diterima BBC News Indonesia, Herry disebut telah melakukan "beberapa kejahatan" berupa "perbuatan asusila terhadap anak korban santriwati di lingkungan Pesantren Tahfidz Madani".

"Sebagai pendidik telah melakukan telah melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain," tulis surat dakwaan bernomor registrasi REG. PERK:PDM - 833/BDG/09/2021 yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Bandung tersebut.

Ia dituduh melanggar Pasal 81 ayat 1 dan 3 Jo pasal 76 D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, menyebut bahwa persidangan kasus kekerasan seksual ini adalah "langkah yang maju" sebab, banyak kasus kekerasan seksual yang lain tidak berlanjut sampai proses persidangan.

"Ada beberapa kasus tidak berlanjut karena misalnya korban menarik laporan atau pelaku menghilang," kata Ami.

Kebanyakan kasus kekerasan seksual tidak berlanjut karena terbentur oleh masalah pembuktian dan relasi kuasa.

Deviasi jumlah korban

Menurut data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jabar, tercatat ada 13 santri perempuan yang menjadi korban pemerkosaan dan persetubuhan di bawah umur, empat di antaranya sudah melahirkan bayi.

Salah satu di antara mereka bahkan sudah melahirkan dua kali.

"Namun data yang kami dapatkan langsung dari korban, jumlah bayi yang dilahirkan itu ada sembilan, sementara data dari UPTD PPA itu hanya ada lima," ungkap Mary.

Baca juga:

"Data yang kami dapat langsung saat mendatangi korban, korbannya ada delapan. Delapan yang melahirkan, bayinya ada sembilan," imbuhnya.

Deviasi angka tentang jumlah anak yang sudah dilahirkan dari perbuatan asusila pelaku, menurut Mary, "akan sangat berdampak pada penghitungan restitusi".

"Menurut kami menjadi penting setiap bayi dan anak-anak yang menjadi korban harus dijamin masa depannya. Harus ada restitusi yang setimpal yang bisa menjamin masa depan mereka," terang Mary kemudian.

Adapun, dalam surat dakwaan, jumlah korban Herry mencapai 14 orang, lebih banyak dari yang dicatat oleh Mary dan UPTD PPA Jabar.

Mary meyakini bahwa korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Herry berpotensi lebih dari apa yang tercatat saat ini.

Sebab, data yang ia peroleh dari para santri, jumlah keseluruhan santri sebanyak 40 orang.

"Sementara ada yang sudah keluar, ada yang pergi entah ke mana, dan ada yang dikeluarkan.

Apalagi, merujuk surat dakwaan jaksa, aksi perbuatan asusila itu sudah dilakukan pelaku sejak 2016.

Mary menambahkan, modus yang dilakukan oleh pelaku adalah menawarkan pesantren gratis terhadap para santri perempuan di berbagai daerah di Jawa Barat. Kebanyakan dari mereka berasal dari Garut, dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah.

Kasus 'disimpan' karena 'kasihan'

Kendati kasus dugaan kekerasan terhadap belasan santri perempuan itu sudah dilaporkan sejak Mei silam, namun kasus itu minim sorotan publik.

Akan tetapi, menurut pengakuan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Waryono, ia telah "mendengar kasus ini sejak lama".

Namun karena para korban adalah santri perempuan yang berusia di bawah umur, lanjut Waryono, pihaknya bersama lembaga swadaya masyarakat pendampingan perempuan untuk "menyimpan" kasus ini.

"Karena kasihan juga santrinya."





Sumber : BBC


BERITA LAINNYA



Close Ads x