Kompas TV bbc bbc indonesia

Rusia Serang Ukraina: Mengapa Indonesia Tak Sebut Invasi dan Rusia dalam Merespons Serangan Militer?

Kompas.tv - 3 Maret 2022, 16:14 WIB
rusia-serang-ukraina-mengapa-indonesia-tak-sebut-invasi-dan-rusia-dalam-merespons-serangan-militer
Seorang nenek diliputi emosi di halaman belakang sebuah rumah yang rusak akibat serangan udara Rusia, menurut penduduk setempat, di Gorenka, di luar ibukota Kiev, Ukraina, Rabu (2/3/2022). (Sumber: AP Photo / Vadim Ghirda)
Penulis : Vyara Lestari

Ukraina - melalui kedutaan besar di Jakarta - meminta dukungan Indonesia agar bersuara lantang dan berani membela negara Eropa timur itu.

Pengamat hubungan internasional mengatakan kehati-hatian Indonesia terkait antara lain karena banyaknya konsesi investasi Rusia di Indonesia serta kepemimpinan Indonesia di G-20.

Tetapi kementerian luar negeri mengatakan sikap Indonesia sudah tegas tanpa harus menyinggung salah satu pihak.

Sejak serangan Rusia yang diluncurkan pada 24 Februari lalu, Indonesia tidak secara gamblang menyinggung nama Rusia sebagai pihak yang menginvasi Ukraina.

Dalam dua kesempatan, Presiden Joko Widodo tidak menyebut nama Rusia saat membahas perang Ukraina. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga dalam keterangan persnya lebih menekankan pada proses evakuasi WNI, de-eskalasi dan masalah kemanusiaan di Ukraina, dan tidak menggunakan kata serangan militer atau invasi Rusia.

Baca juga:

Tidak ada kata 'invasi dan Rusia'

Tanggapan invasi Rusia ke Ukraina, pertama disinggung Presiden Jokowi melalui Twitter.

Dalam kesempatan kedua, di rapat pimpinan TNI dan Polri tahun 2022, Selasa lalu (01/03), Jokowi kembali menyinggung perang Ukraina yang disebut menjadi salah satu faktor pemicu ketidakpastian global.

"Tantangan ke depan tidak semakin gampang… penuh dengan ketidakpastian. Dulunya ketidakpastian karena disrupsi teknologi, revolusi industri 4.0, ditambah lagi dengan pandemi, ditambah lagi dengan perang di Ukraina.

"Sehingga apa? ketidakpastian global yang juga merembet kepada ketidakpastian negara-negara di manapun di dunia ini menjadi semakin meningkat," kata Jokowi.

Dalam dua pernyataan tersebut, Jokowi tidak menyinggung nama Rusia sebagai pihak yang melakukan serangan militer atau invasi.

Kemudian, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam siaran persnya Selasa kemarin juga tidak menyinggung invasi Rusia.

Retno lebih menekankan pada proses evakuasi WNI sebagai prioritas, penghormatan terhadap kedaulatan, de-eskalasi dan masalah kemanusiaan. Pernyataan yang sama juga terlihat dalam cuitan Kemlu di Twitter, dengan menyebut serangan militer di Ukraina.

Begitu juga saat Indonesia di sesi khusus darurat PBB mengenai Ukraina di Markas Besar PBB, New York Senin lalu (28/02).

Dalam keterangan persnya, tidak ada kata Rusia dan invasi. Wakil Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Duta Besar Arrmanatha Nasir, lebih menekankan pada kepentingan kemanusiaan di krisis Ukraina.

"Aksi militer di Ukraina mempertaruhkan nyawa warga sipil dan mengancam perdamaian serta stabilitas regional dan global," tutur Dubes Tata.

Mengapa Indonesia tidak menyebut invasi dan Rusia?

Guru besar hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu, mengatakan sikap Indonesia yang tidak menyebut Rusia dan invasi menunjukkan sikap kehati-hatian, yang bahkan cenderung gamang.

Sikap Indonesia ini berbeda ketika merespon konflik Israel-Palestina, di mana Jakarta dengan tegas mengutuk dan tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

"Indonesia tidak ingin memberi kesan memihak dalam pertarungan sisa-sisa dari Perang Dingin, antara AS dan Uni Soviet, yang sekarang NATO, Ukraina dengan Rusia. Ini pertarungan antara negara besar, dan kita tidak ingin memihak," kata Aleksius.

Faktor lain, dugaan dia yang lebih spesifik adalah, "ada satu kepentingan Indonesia dan tidak mau dikorbankan, yaitu menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan besar, agar kepemimpinan Indonesia dalam G-20 berhasil," kata Jemadu.

Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Suzie Sudarman, melihat sikap hati-hati itu di antaranya dipengaruhi oleh kebutuhan Indonesia akan Rusia untuk mengimbangi China di Natuna, Laut China Selatan dan juga banyak konsensi investasi Rusia di Indonesia.

Ditambah lagi, kata Suzie, pengaruh politik dan sosial dalam negeri yang tidak memaksa pemerintah untuk tegas atas serangan Rusia ke Ukraina.

"Kalau konflik Israel-Palestina itu menghimpun suara Islam di Indonesia, sedangkan perang Ukraina, membela orang kulit putih yang rambutnya blonde dan mata biru, itu tidak menarik untuk di dalam negeri," katanya.

Ukraina minta suara lantang Indonesia, dan sejarah masa lalu

Pemerintah Ukraina melalui kedutaannya di Jakarta meminta dukungan Indonesia dalam perang melawan Rusia.





Sumber : BBC


BERITA LAINNYA



Close Ads x