Kompas TV regional sosial

Krisis Iklim Ancam Pesisir, Tambaklorok Semarang Mulai Tenggelam

Kompas.tv - 28 Desember 2022, 21:18 WIB
krisis-iklim-ancam-pesisir-tambaklorok-semarang-mulai-tenggelam
TPU Tambakrejo, Semarang Utara, yang tenggelam karena kenaikan permukaan air laut, sebagai akibat dari perubahan iklim. (Sumber: Kompas TV/Glenys Octania)
Penulis : Glenys Octania | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Perubahan iklim mengakibatkan peningkatan permukaan air laut di sejumlah wilayah pesisir Indonesia, salah satunya terjadi di Tambaklorok, Kecamatan Semarang Utara. Pantai utara Semarang yang kian tenggelam menanti langkah Pemerintah Kota Semarang untuk menemukan jalan keluar terbaik bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.

Penurunan muka tanah di pesisir utara Pulau Jawa telah menenggelamkan sebagian besar kota yang berada di sepanjang pesisir, di antaranya Cirebon, Pekalongan, Surabaya, Jakarta, Bekasi, Demak, Semarang, daerah pesisir lain diprediksi akan menyusul. 

“Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan tanah ekstrem hingga tahun 2050," kata Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan di sebuah webinar, seperti dikutip dari Kontan, Kamis (15/9/2021).

Mengacu pada data Panel Antara Pemerintah tentang Perubahan Iklim atau Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) pada tahun 2021 lalu, kawasan Asia Tenggara akan terimbas cukup parah. Hal tersebut dilihat dari tenggelamnya pesisir utara Pulau Jawa yang telah menjadi ancaman nyata.

Kemunduran garis pantai di Asia Tenggara yang terjadi sejak tahun 1984-2015 telah menyebabkan hilangnya wilayah pesisir. Proyeksi tersebut menggambarkan bagaimana permukaan laut regional rata-rata mengalami peningkatan.

"Ini membuat kejadian banjir lebih sering di daerah pantai. Ditambah lagi Tingkat Total Ekstrem Air (Extreme Total Water Level/ETWL) lebih tinggi di daerah dataran rendah dan erosi pantai mulai terjadi di sepanjang pantai berpasir,” ungkap Pakar, Iklim dan Meteorologi BRIN Edvin Aldrian dalam webinar yang diselenggarakan BRIN, Kamis (16/9/2021).

Baca Juga: Inilah Hasil dan Peristiwa Penting dari KTT Iklim PBB COP 27 di Mesir

Kemunduran garis pantai dibenarkan oleh Edy Satikno, Ketua RT 05 RW 16 Tambakrejo. Menurutnya 12 tahun silam mereka masih memiliki pesisir pantai, namun, kini mereka tak dapat lagi melihatnya. Bahkan, mereka harus merelakan mendiang sanak sekeluarganya yang telah dimakamkan di sebuah pemakaman ikut terbenam karena kenaikan air laut. 

“Pasir luas di bawah tahun 2000, di sana masih ada lapangan bola. Kalau lomba dayung ramai di sana, masih ada kesibukan wisata. Mulai tahun 2000 terasa sedikit. Kok garis pantai luar ke sini (tahun) 2010 itu sudah habis,” tutur Edy.

Berdasarkan penelusuran Tim Liputan Kompas TV di Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, permukiman warga padat penduduk tak lagi menjadi daratan, tambak-tambak mulai tergenang air laut pada 15 Oktober 2022. Kondisinya tak serupa dengan 12 tahun silam. 

Sejumlah rumah warga diterjang ganasnya hempasan ombak. Ironisnya sebagian dari warga harus meninggalkan rumahnya dan mencari sumber penghidupan lain. 

“Yang berpindah tempat biasanya (yang punya) pekerjaan di darat. Ada 50-100 KK yang notabenenya anak muda kerjanya di darat. Karyawan, PNS, aparat, (yang) enggak ada hubungan dengan laut. Yang nelayan masih (di) sini,” jelas Slamet Riyadi, Ketua RW 16 Tambakrejo. 

Selain itu, dampak dari peningkatan permukaan air laut, abrasi dan penurunan muka tanah yang disebabkan eksploitasi air tanah karena wilayah tersebut merupakan kawasan industri telah memutus akses 1.700 jiwa.

“Kebutuhan air (industri) sangat luar biasa. Sehingga kalau kita korelasikan daerah penurunan tanah berkorelasi dengan daerah industri. Yang notabene membutuhkan air, yang mengeksploitasi air tanah,” jelas Heri Andreas, Peneliti Geodesi ITB.

Rumah ketua RT 05 RW 06 Tambakrejo, Edy Satikno yang telah berulang kali ditinggikan karena rob. (Sumber: Kompas TV/Glenys Octania)

Sementara itu sebagian besar warga yang berprofesi sebagai nelayan tak dapat jauh dari pesisir pantai. Sejumlah warga lebih memilih untuk tetap tinggal dan menyisihkan uangnya untuk meninggikan rumah agar dapat menimalisir biaya operasional mereka. 

“Itu kalau Rp10 (juta) masuk. Ini saja sekian, ini 6x3 itu kemarin ada 4 dam. Lagi pula bisa irit, saya tenagai sendiri.. Rumah saya terendah ini lebih rendah. Ini tadinya kusen dengan terpaksa saya jebol supaya bisa seperti ini lebih layak,” ungkap Ketua RT 05 / RW 06 Tambakrejo (15/10/2022).

Edy menambahkan bertahan di tengah hempasan ombak menjadi salah satu pilihan terbaik bagi sebagian warga Tambakrejo yang berpedoman dengan petuah orang tua mereka. 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x