Kompas TV nasional peristiwa

TPF Aremania Sebut Tragedi Kanjuruhan Kejahatan Sistematik, Minta Cari Aktor Intelektual

Kompas.tv - 15 Oktober 2022, 10:10 WIB
tpf-aremania-sebut-tragedi-kanjuruhan-kejahatan-sistematik-minta-cari-aktor-intelektual
Sekjen Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang mendampingi Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania Andy Irfan (tengah) saat memberikan keterangan kepada awak media di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat malam (14/10/2022). (Sumber: Kompas.tv/Ant/Vicki Febrianto)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Gading Persada

MALANG, KOMPAS.TV - Tim Pencari Fakta Aremania (TPF) menyebutkan, tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 132 Jiwa dan ratusan luka-luka adalah bentuk kejahatan sistematik dan masuk dalam pelanggaran HAM berat.

TPF Aremania secara spesifik meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga negara yang berwenang segera membentuk tim penyelidik guna menyelidiki adanya dugaan pelanggaran HAM berat pada peristiwa kericuhan di Stadion Kanjuruhan yang mengakibatkan 132 korban jiwa.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang mendampingi TPF Aremania, Andy Irfan, di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (14/10/2022) malam, mengatakan penyelidikan itu perlu dilakukan Komnas HAM dan lembaga negara terkait untuk mencari aktor intelektual dari kejadian tersebut.

 "Kami meminta Komnas HAM, lembaga negara yang berwenang terkait hal ini, untuk membentuk tim penyelidik dugaan pelanggaran berat HAM," kata Andy, Jumat (14/10/2022) malam dilansir Antara.

Baca Juga: 8 'Dosa' PSSI Menurut Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan

Kejahatan Sistematik

 Menurut Andy, ada indikasi kejahatan yang sistematik dari sikap aparat keamanan yang melepaskan tembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan usai laga antara Arema FC melawan Persebaya tersebut.

"Ada sejumlah dasar untuk menyatakan hal itu adalah kejahatan sistematik," ujarnya.

Sejumlah dasar itu antara lain adanya tindakan berlebihan personel Brimob di lapangan, dipersenjatainya personel Brimob dengan senjata gas air mata, dan pengawasan pengamanan itu ada di pihak kepolisian dan bukan pada panitia pelaksana.

"Personel di lapangan, melakukan tindak kekerasan di lapangan itu bukan inisiatif dirinya sendiri, tapi karena ada arahan dari perwira atasan," kata Andy.


 

Ia menambahkan dengan sejumlah catatan itu maka harus dilakukan penyelidikan mendalam oleh pihak yang memiliki kewenangan, yakni Komnas HAM.

Selain itu, kejadian tersebut juga diyakini merupakan kejahatan kemanusiaan karena adanya serangan dari aparat keamanan kepada masyarakat sipil yang tidak bersenjata. Tim juga meyakini bahwa korban meninggal dunia akibat terkena tembakan gas air mata.

"Kami meyakini ini adalah peristiwa kejahatan kemanusiaan. Serangan aparatur keamanan kepada masyarakat sipil tidak bersenjata," katanya.

Kemudian, TPF Aremania juga meminta Polri melalui Divisi Profesi dan Pengamanan untuk memeriksa seluruh perwira yang memiliki rantai komando pertanggungjawaban dalam pengerahan personel di Stadion Kanjuruhan.

"Juga memeriksa seluruh personel di lapisan paling bawah yang memang secara agresif melakukan tindak kekerasan. Tanpa memeriksa, kita tidak akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," katanya.

Baca Juga: 9 Poin Hasil Investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan

Peristiwa kericuhan terjadi usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Kekalahan itu membuat sejumlah suporter turun dari tribun dan masuk area lapangan.

Kerusuhan tersebut semakin membesar ketika sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Aparat keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter hingga akhirnya menggunakan tembakan gas air mata.

Tercatat, jumlah keseluruhan korban tragedi Kanjuruhan sebanyak 754 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 132 orang meninggal dunia, luka ringan hingga sedang sebanyak 596 orang dan luka berat 26 orang.



Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x