Kompas TV internasional kompas dunia

Bos Junta Militer Myanmar Bertemu Putin secara Resmi di Vladivostok, Apa yang Dibicarakan?

Kompas.tv - 7 September 2022, 15:38 WIB
bos-junta-militer-myanmar-bertemu-putin-secara-resmi-di-vladivostok-apa-yang-dibicarakan
Bos junta militer Myanmar Min Aung Hlaing hari Rabu, (7/9/2022) hadir secara resmi di Vladivostok Rusia dan bertemu presiden Rusia Vladimir Putin, yang memuji hubungan positif dengan Myanmar (Sumber: Straits Times)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Gading Persada

MOSKOW, KOMPAS.TV - Bos junta militer Myanmar Min Aung Hlaing hadir secara resmi di Vladivostok Rusia dan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin, Rabu (7/9/2022).

Seperti dilaporkan Straits Times, dalam pertemuan tersebut, Putin berkesempatan memuji hubungan "positif" dengan Myanmar.

"Myanmar adalah mitra lama dan dapat diandalkan kami di Asia Tenggara. Hubungan kami berkembang secara positif," kata Putin dalam pertemuan di sela-sela Forum Ekonomi Timur di Vladivostok.

Kunjungan Min Aung Hlaing dilakukan saat kedua pemerintah menghadapi isolasi diplomatik. 

Moskow untuk intervensi militer sejak Februari 2022 di Ukraina yang pro-Barat, dan Naypyidaw untuk kudeta militer tahun lalu.

Ketika hubungan Moskow dengan Barat runtuh di Ukraina, Kremlin berusaha untuk memutar negara itu ke Timur Tengah, Asia, dan Afrika.

"Saya sangat bangga dengan Anda, karena ketika Anda berkuasa di negara ini, Rusia, bisa dikatakan, menjadi nomor satu di dunia," kata Min Aung Hlaing kepada Putin, seperti dikutip dari pernyataan Kremlin yang menerjemahkan pernyataannya ke dalam bahasa Rusia.

"Kami akan menyebut Anda bukan hanya pemimpin Rusia tetapi juga pemimpin dunia karena Anda mengendalikan dan mengatur stabilitas di seluruh dunia," ungkap Min Aung Hlaing.

Baca Juga: Putin Tegaskan Masa Depan Dunia ada di Asia dan Barat Telah Gagal

Putin hari Rabu, (7/9/2022) di Vladivostok mengatakan Barat telah gagal dengan upaya yang sia-sia dan agresif untuk mengisolasi Rusia dengan sanksi yang menghancurkan ekonomi global, sementara Asia sedang bangkit untuk mengklaim masa depan (Sumber: Straits Times)

"Kedua pemimpin membahas kerja sama dengan cara bersahabat dan terbuka dan bertukar pandangan tentang hubungan dan situasi internasional," kata junta Myanmar dalam sebuah pernyataan.

Sejak kudeta yang menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi pada Februari tahun lalu, Myanmar menghadapi sanksi Barat dan penurunan hubungan.

Myanmar berada dalam kekacauan dan ekonominya lumpuh saat rezim militer berjuang untuk menghancurkan perlawanan atas kudeta yang dilancarkan militer.

Rusia dan sekutunya China dituduh mempersenjatai junta Myanmar dengan senjata yang digunakan untuk menyerang warga sipil sejak kudeta.


Lebih dari 2.200 orang tewas dalam tindakan keras itu, menurut pemantau lokal.

Selama perjalanan ke Naypyidaw pada awal Agustus, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mendukung upaya junta untuk "menstabilkan" negara dan mengadakan pemilihan nasional tahun depan.

Namun Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan masyarakat internasional untuk menolak yang dianggapnya sebagai "pemilihan palsu" junta.



Sumber : Kompas TV/Straits Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x