JAKARTA, KOMPAS.TV – Hasil survei Indikator Politik Indonesia menyebut 54,9 persen responden menilai hukuman yang paling pantas untuk Ferdy Sambo adalah hukuman mati.
Berdasarkan hasil survei tersebut, Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, menyebut ini menunjukkan bahwa publik sudah menjatuhkan vonis untuk Sambo.
“Ini menunjukkan bahwa vonis sudah dijatuhkan publik kepada Ferdy Sambo,” kata dia dalam program Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (31/8/2022) malam.
“Artinya, kasus ini di mata pubik sudah clear. Cuma menjadi problematik, karena dalam konteks penegakan hukum tidak bisa didasarkan pada opini atau persepsi publik,” lanjutnya.
Burhanuddin menambahkan, kasus ini tidak bisa lepas dari opini publik. Bahkan, kata dia, jika tidak ada desakan publik, ia tidak yakin bahwa kasus ini bisa terungkap.
Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Kuat Ma'ruf di Kamar Bareng Putri Candrawathi, Diungkapkan Komnas HAM
“Jadi, karena desakan publik yang sangat kuat, maka kasus ini bisa terungkap. Presiden menyampaikan beberapa kali, dan Kapolri akhirnya mengambil sikap.”
“Nah, menjadi problematik ketika kasusnya sudah pada on the track, tapi persepsi publik sudah terbentuk,” lanjutnya.
Misalnya, lanjut dia, jika publik ditanya, apakah mereka percaya bahwa tidak ada motif lain selain pelecehan seksual, sebagian besar tidak percaya.
Burhanuddin juga menangkap adanya kegeraman luar biasa yang dirasakan publik terhadap Sambo, yang akhirnya menyebabkan mereka menjatuhkan vonis sebelum sidang dimulai.
“Akhirnya publik sudah menjatuhkan vonis bahkan sebelum sidang dimulai. Dan ini menjadi problematik ketika misalnya putusan pengadilan tidak sesuai dengan persepsi publik,” tuturnya.
“Misalnya, kalau pengadilan tidak sampai pada keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati, bagaimana legitimasi sosial pengadilan, sementara vonis publik sudah jatuh.”
Kedua, lanjut dia, jika nantinya pihak kejaksaan tidak mampu menunjukkan motif lain selain pelecehan seksual, karena bukti yang dibawa polisi tidak mampu menunjukkan motif lain, juga akan menimbulkan masalah.
Baca Juga: Sosok 2 Polwan yang Naik Pangkat Jadi Irjen dan Brigjen, Ada yang Bukan Lulusan Akpol, Lho
“Karena publik sudah menganggap bahwa Brigadir J dibunuh karena faktor pelecehan seksual. Ini komplikasi dari opini publik versus penegakan hukum.”
Bahkan, lanjut Burhanudin, efek dari opini publik yang sudah terbentuk, menyebabkan Kapolri terlihat enggan menyampaikan motif.
“Karena kalau disampaikan motif yang ditemukan oleh kepolisian sekarang ini baru sebatas pelecehan seksual, sementara isu itu ditolak oleh publik.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.