Kompas TV internasional kompas dunia

Sudah Satu Tahun Remaja Perempuan Afghanistan Dilarang Bersekolah, Belum Juga Ada Titik Terang

Kompas.tv - 12 Agustus 2022, 19:29 WIB
sudah-satu-tahun-remaja-perempuan-afghanistan-dilarang-bersekolah-belum-juga-ada-titik-terang
Remaja perempuan Afghanistan menghadiri kelas di sekolah bawah tanah, di Kabul, Afghanistan, Kamis, 28 Juli 2022. Bagi sebagian besar gadis remaja di Afghanistan, sudah setahun sejak mereka menginjakkan kaki di ruang kelas. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

KABUL, KOMPAS.TV Bagi sebagian besar remaja putri di Afghanistan, sudah setahun sejak terakhir mereka menginjakkan kaki di ruang kelas.

Tanpa tanda-tanda bahwa Taliban yang berkuasa akan mengizinkan mereka kembali ke sekolah, beberapa remaja perempuan berusaha mencari cara untuk menjaga pendidikan agar tidak terhenti bagi generasi muda perempuan.

Di sebuah rumah di Kabul, puluhan orang berkumpul baru-baru ini untuk mengikuti kelas di sekolah informal yang didirikan oleh Sodaba Nazhand.

Dia dan saudara perempuannya mengajar bahasa Inggris, sains, dan matematika untuk anak perempuan yang seharusnya duduk di bangku sekolah menengah pertama.

"Saat Taliban ingin mengambil hak pendidikan dan hak kerja dari perempuan, saya ingin menentang keputusan mereka dengan mengajar gadis-gadis ini," kata Nazhand kepada The Associated Press.

Sekolahnya adalah salah satu dari sejumlah sekolah bawah tanah yang beroperasi sejak Taliban mengambil alih negara itu setahun lalu dan melarang anak perempuan melanjutkan pendidikan mereka setelah kelas enam.

Sementara Taliban mengizinkan perempuan untuk melanjutkan kuliah di universitas, pengecualian ini akan menjadi tidak relevan ketika tidak ada lagi anak perempuan yang lulus dari sekolah menengah.

"Tidak ada cara untuk mengisi celah ini, dan situasi ini sangat menyedihkan dan memprihatinkan," kata Nazhand.

Baca Juga: Personil Taliban Tukar Senjata dengan Buku, Ratusan Mulai Kembali Bersekolah

Sudah setahun Agustus 2022 ini sejak terakhir remaja perempuan menginjakkan kaki di ruang kelas, belum ada tanda mereka akan kembali bersekolah. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Lembaga bantuan Save the Children mewawancarai hampir 1.700 anak laki-laki dan perempuan berusia antara 9 dan 17 tahun di tujuh provinsi untuk menilai dampak pembatasan pendidikan.

Survei yang dilakukan bulan Mei dan Juni yang dirilis hari Rabu, menemukan lebih dari 45 persen anak perempuan tidak bersekolah, dibandingkan dengan 20 persen anak laki-laki.

Juga ditemukan 26 persen anak perempuan menunjukkan tanda-tanda depresi, dibandingkan dengan 16 persen anak laki-laki.

Hampir seluruh penduduk Afghanistan terjerumus ke dalam kemiskinan dan jutaan orang tidak dapat memberi makan keluarga mereka ketika dunia memotong pembiayaan sebagai tanggapan atas pengambilalihan Taliban.

Para guru, orang tua, dan pakar semuanya memperingatkan bahwa berbagai krisis di negara itu, termasuk keruntuhan ekonomi yang parah, terbukti sangat merugikan anak perempuan.

Taliban membatasi pekerjaan perempuan, mendorong mereka untuk tinggal di rumah dan mengeluarkan aturan berpakaian yang mengharuskan mereka untuk menutupi wajah mereka, kecuali mata mereka, meskipun aturan tersebut tidak selalu ditegakkan.

Komunitas internasional menuntut agar Taliban membuka sekolah untuk semua anak perempuan, dan AS dan Uni Eropa telah membuat rencana untuk membayar gaji langsung kepada guru-guru Afghanistan, menjaga sektor ini tetap berjalan tanpa memasukkan dana melalui Taliban.

Baca Juga: Cari Suntikan Dana dari Barat, Taliban Sebut Tak Tahu Bos Al-Qaeda Tinggal di Afghanistan

Remaja perempuan Afghanistan menghadiri kelas di sekolah bawah tanah, di Kabul, Afghanistan, Kamis, 28 Juli 2022. Bagi sebagian besar gadis remaja di Afghanistan, sudah setahun sejak mereka menginjakkan kaki di ruang kelas. (Sumber: AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Namun pertanyaan tentang pendidikan anak perempuan tampaknya terjerat dalam perbedaan di belakang layar di antara kaum Taliban.



Sumber : Kompas TV/Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x