Kompas TV nasional kompas petang

Akui Autopsi Ulang Jenazah Sulit Ungkap Peristiwa, Ahli Forensik Beberkan Solusi di Kasus Brigadir J

Kompas.tv - 20 Juli 2022, 19:37 WIB
akui-autopsi-ulang-jenazah-sulit-ungkap-peristiwa-ahli-forensik-beberkan-solusi-di-kasus-brigadir-j
Proses pembusukan jenazah Brigadir J disebut akan menyulitkan autopsi ulang, tetapi menurut ahli forensik, jaringan tubuh dapat dikirim pada dokter spesialis patologi anatomi. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV – Proses pembusukan jenazah Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J disebut akan menyulitkan autopsi ulang, tetapi menurut ahli forensik, jaringan tubuh dapat dikirim pada dokter spesialis patologi anatomi.

Kepala Forensik dan Pemulasaran RSUP Adam Malik, Medan, Nasib Mangoloi Situmorang, mengatakan jika jenazah sudah berusia 11 hari, proses pembusukan sudah berlangsung.

Namun, pembusukan jaringan tersebut juga tergantung pada proses pengawetan yang dilakukan pada jenazah sebelumnya.

“Bisa didapat kalau memang pengawetannya memang masih kuat. Tapi kalau sudah 11 hari itu kan sudah proses pembusukan. Jaringan-jaringan itu sudah busuk. Itu sudah sulit menilainya,” kata dia dalam dialog Kompas Petang di Kompas TV, Rabu (20/7/2022).

Meski sulit, namun bukan berarti identifikasi luka melalui autopsi tidak bisa dilakukan, termasuk untuk mengetahui apakah luka yang ada di tubuh jenazah diperoleh sebelum meninggal atau sesudahnya.

“Biasanya kalau seperti saya, pengalaman, kalau kita curiga apakah ini antemortem atau postmortem, biasanya kita ambil jaringan itu, kita kirim ke dokter spesialis patologi anatomi,” lanjutnya.

Baca Juga: Beberkan Bukti Baru, Keluarga Brigadir J Minta Otopsi Ulang Demi Objektivitas!

Hal itu, kata dia,untuk mengetahui apakah luka yang ada di tubuh jenazah diperoleh sebelum meninggal (antemortem) atau sesudah meninggal (postmortem).

Dalam dialog itu, Nasib juga menyebut bahwa luka yang dihasilkan dari tembakan bisa saja berupa luka sayatan.

“Bisa-bisa saja terjadi luka sayatan atau luka tembak itu karena proses, contoh kita bilang dia ditembak, ternyata jatuh di dekat benda yang tajam di situ.”

Tapi, lanjut dia, yang paling penting dari luka itu adalah harus dilihat dulu apakah itu antemortem atau postmortem.

“Artinya, apakah luka itu dia dapat itu setelah mati atau masih hidup dia dapat.”


Jika luka yang ada diperoleh setelah meninggal, maka kemungkinan setelah meninggal baru dilakukan penganiayaan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x