Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

Lavrov: Barat Lancarkan Perang Hibrida Total, Rusia Justru Dapat Banyak Mitra Baru

Kompas.tv - 15 Mei 2022, 03:05 WIB
lavrov-barat-lancarkan-perang-hibrida-total-rusia-justru-dapat-banyak-mitra-baru
Menlu Rusia Sergei Lavrov mengatakan, Moskow menjadi sasaran "perang hibrida total" oleh Barat, tetapi justru berhasil melawan sanksi Barat dengan menjalin kemitraan yang lebih dalam bersama China, India, dan banyak negara lainnya. (Sumber: RIA Novosti / Press Service of the Ministry of Foreign Affairs of the Russian Federation)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

LONDON, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, Moskow menjadi sasaran "perang hibrida total" oleh Barat, tetapi justru berhasil melawan sanksi Barat dengan menjalin kemitraan yang lebih dalam bersama China, India, dan banyak negara lainnya.

Dalam pidato pada hari ke-80 sejak Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan untuk menyerang Ukraina, Lavrov menunjuk rentetan sanksi yang dijatuhkan oleh Barat, menggambarkan Rusia justru menjadi sasaran, bukan pelaku agresi.

"Barat secara kolektif menyatakan perang hibrida total terhadap kami dan sulit untuk memprediksi berapa lama semua ini akan berlangsung tetapi jelas konsekuensinya akan dirasakan oleh semua orang, tanpa kecuali," kata Lavrov, seperti dilaporkan Straits Times, Sabtu (14/5/2022).

"Kami melakukan segalanya untuk menghindari bentrokan langsung (dengan Barat) - tetapi sekarang tantangan telah dijatuhkan, kami tentu saja menerimanya. Kami tidak asing dengan sanksi, mereka hampir selalu ada dalam satu atau lain bentuk."

Sanksi terhadap perusahaan, bank, dan elite politik Rusia dijatuhkan untuk menghukum Rusia atas perang yang menewaskan puluhan ribu orang dan membuat jutaan orang mengungsi, mengganggu pasar energi, dan memperburuk krisis pangan global dengan menaikkan harga biji-bijian, minyak goreng. dan pupuk.

Dalam pidatonya, Lavrov memaparkan strategi yang diharapkan Moskow saat mencoba untuk meredam pukulan terhadap ekonominya dan membangun pasar baru di tempat lain.

Baca Juga: Ukraina akan Persenjatai Jutaan Pasukannya untuk Hadapi Fase Baru Perang Lawan Rusia

Moskow menjadi sasaran "perang hibrida total" oleh Barat tetapi justru berhasil melawan sanksi Barat dengan menjalin kemitraan yang lebih dalam bersama China, India, dan banyak negara lainnya. (Sumber: Straits Times)

Lavrov mengutip sanksi, yang mencakup penyitaan hampir setengah dari cadangan devisa Rusia senilai USD640 miliar, sebagai bukti tidak ada satu negara pun yang aman dari pengambilalihan dan "perampokan negara", dan perlunya negara-negara untuk mengurangi ketergantungan ekonomi pada Amerika Serikat Serikat dan sekutunya.

"Tidak hanya Rusia tetapi banyak negara lain juga mengurangi ketergantungan pada dolar AS, teknologi barat, dan pasar," katanya, tanpa menyebutkan bukti.

Upaya Barat untuk mengisolasi Rusia pasti akan gagal, tegas Lavrov. Hubungan Rusia dengan Cina saat ini dalam kondisi terbaik yang pernah ada, dan Rusia sedang mengembangkan kemitraan strategis yang istimewa dengan India.

Sekembali dari perjalanan ke Timur Tengah, Lavrov juga menyebutkan, pentingnya hubungan Rusia dengan Mesir, Aljazair dan negara-negara Teluk, serta Asia, Afrika dan Amerika Latin.

Baca Juga: China Diminta Lihat Respons Barat atas Serangan Rusia ke Ukraina dan Berkaca untuk Masalah Taiwan

India membeli gas alam cair secara besar-besaran dari Rusia dengan harga diskon dari pasar spot, walau pembeli gas alam cair di pasar spot tidak mau membeli karena sanksi Barat atas Rusia. (Sumber: Straits Times)

Dalam salah satu contoh poros ekspor hasil dari sanksi, Rusia menjual minyak mentah dua kali lebih banyak ke India dalam dua bulan setelah serangan 24 Februari ke Ukraina dibanding jumlah keseluruhan penjualan minyak mentah ke India pada tahun 2021.

Hal itu, kata Lavrov, karena negara-negara Barat berhenti membeli minyak Rusia dan kalangan penyulingan minyak India langsung menyambar kesempatan untuk membelinya dengan harga diskon.

Namun, meski Rusia bersikeras mereka dapat tumbuh walau ada sanksi, ekonominya diperkirakan akan menyusut antara 8,8 persen dan 12,4 persen, menurut dokumen kementerian ekonomi yang dilihat media, dan tidak kembali ke ukuran pra-serangan ke Ukraina sebelum 2026.

Inflasi konsumen tahunan meningkat pada April menjadi 17,83 persen, tertinggi sejak 2002.

 



Sumber : Straits Times


BERITA LAINNYA



Close Ads x