Kompas TV bbc bbc indonesia

Lebaran Kemungkinan Dirayakan Bersamaan meski Awal Puasa Berbeda, Simak Penjelasannya

Kompas.tv - 20 April 2022, 16:08 WIB
lebaran-kemungkinan-dirayakan-bersamaan-meski-awal-puasa-berbeda-simak-penjelasannya
Ilustrasi gambar hilal atau bulan sabit sebagai penetapan awal puasa Ramadhan dalam pemantauan hilal (rukyatul hilal). (Sumber: kemenag.go.id)
Penulis : Vyara Lestari

Perbedaan awal dan akhir puasa Ramadan adalah persoalan yang sudah lama ingin diselesaikan oleh pemerintah, astronom, dan pemuka agama Islam.

Itu kembali terjadi tahun ini, ketika sebagian umat Islam di Indonesia memulai puasa Ramadan pada tanggal 3 April, per keputusan pemerintah; sedangkan sebagian lagi melaksanakannya sehari lebih awal. Namun ada kemungkinan Idul Fitri akan dirayakan pada hari yang sama, yaitu tanggal 2 Mei.

Perbedaan tersebut berpangkal pada kriteria yang digunakan ormas-ormas Islam dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadan, berdasarkan dalil agama serta data-data astronomi.

Sebuah kriteria baru yang dikeluarkan oleh kementerian agama diharapkan dapat menjadi titik temu antara ormas-ormas Islam, dan menyeragamkan awal puasa dan lebaran di masa depan.

Baca juga:

Perbedaan kriteria

Pada tahun 1996, Kementerian Agama mulai melibatkan ilmuwan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ke dalam tim hisab-rukyat yang bertugas menentukan awal dan akhir bulan Ramadan, yaitu bulan saat umat Islam diwajibkan untuk berpuasa.

Salah satu ilmuwan tersebut adalah Thomas Djamaluddin, yang kelak akan menjadi kepala Lapan.

Thomas sudah menekuni persoalan ini sejak ia masih mahasiswa di jurusan astronomi Institut Teknologi Bandung.

"Saya belajar dalil-dalilnya ke dosen syariah di Unisba. Dari situ saya sering diminta untuk membuat jadwal salat. Termasuk ketika saya kuliah di Jepang," kata Thomas kepada BBC News Indonesia.

Untuk panduan beribadah, umat Islam menggunakan kalender hijriah yang berdasarkan pergerakan bulan.

Awal dan akhir bulan ditentukan dengan keberadaan hilal, yaitu bulan sabit pertama setelah posisi Bumi dan Bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari Bumi — disebut juga dengan ijtimak atau konjungsi.

Hadits atau perkataan Nabi Muhammad menyuruh umat Islam untuk berpuasa ketika melihat hilal dan berbuka, atau berlebaran, ketika melihat hilal. Jika hilal tidak terlihat, maka bulan Syaban (bulan dalam kalender hijriah sebelum Ramadan) digenapkan 30 hari.

Pada dasarnya, terdapat dua metode yang digunakan untuk melihat hilal — metode perhitungan atau hisab dan pengamatan langsung atau rukyat. Kedua metode ini sejatinya tidak bisa dipisahkan.

Pangkal perbedaan, kata Thomas, ada pada kriteria yang dijadikan rujukan.

Sebagian ormas Islam menggunakan kriteria wujudul hilal yaitu tepi atas bulan masih berada di atas ufuk ketika matahari terbenam. Dalam kondisi tersebut, hilal dianggap sudah muncul meskipun tidak terlihat.

Sedangkan pemerintah dan beberapa ormas Islam menggunakan kriteria imkanur rukyat yaitu bulan harus berada di ketinggian yang memungkinkan hilal untuk dilihat — memahami hadits Nabi Muhammad secara literal. Selama bertahun-tahun, ketinggian tersebut adalah dua derajat. Di bawah dua derajat, cahaya hilal dianggap tidak bisa mengalahkan cahaya matahari senja atau syafak sehingga tidak kelihatan.

Pada sidang Isbat (penentuan) awal Ramadan 1443 H, 1 April lalu, disebutkan bahwa perhitungan (hisab) menentukan posisi hilal di seluruh Indonesia sudah di atas ufuk, dengan ketinggian hilal 1–2 derajat.

Namun, dari tim pemantauan Kemenag di 101 lokasi di 34 provinsi di Indonesia, tidak ada satu pun yang melaporkan telah melihat hilal. Akibatnya, 1 Ramadan ditetapkan jatuh pada hari Minggu, 3 April.

Menurut Thomas Djamaluddin, baik kriteria wujudul hilal maupun imkanur rukyat 2 derajat memiliki kelemahan secara astronomi.





Sumber : BBC


BERITA LAINNYA



Close Ads x