Penulis : Vyara Lestari
Lahir dan tumbuh besar di Kota Takengon, Aceh Tengah, tiga orang ini relatif tidak berjarak dengan para keluarga korban 1965 di wilayah itu.
Bahkan ada di antara mereka, anggota keluarganya ditangkap dan dipenjara karena dituduh anggota PKI atau tersangkut G30S 1965.
Dalam cara pandang yang tidak selalu sama, mereka masing-masing menawarkan 'jalan keluar' — sesuai latar profesinya atau keahliannya — bagi para korban.
Selama liputan tiga hari di Takengon, kami menemui Sri Wahyuni (kelahiran 1978), Win Wan Nur (1976) dan Nanda Winar Sagita (1994).
Berikut petikannya:
Salah-seorang pamannya, yang berlatar atase penerjun di TNI AU, pernah dipenjara di Nusa Kambangan karena dianggap terlibat G30S 1965.
Setelah G30S 1965, pamannya memimpin operasi penangkapan Ketua CC PKI Aidit. Namun operasi ini gagal.
"Dan karena kegagalan itu, paman saya dituduh melindungi Aidit," ungkap Sri. Dia kemudian dijebloskan ke penjara Nusakambangan.
Setelah dibebaskan, sang paman mengalami trauma dan terstigma dicap anggota PKI dan anti Tuhan. "Padahal dia sangat religius," katanya.
Di sinilah, Sri Wahyuni melibatkan diri untuk mengetahui lebih banyak perihal pamannya itu. "Saya mewawancarainya dan mencatat."
Sumber : BBC