Kompas TV nasional peristiwa

Catatan Komnas HAM, Pembajakan Digital Modus Terbanyak untuk Menghalangi Kebebasan Berpendapat

Kompas.tv - 17 Januari 2022, 15:41 WIB
catatan-komnas-ham-pembajakan-digital-modus-terbanyak-untuk-menghalangi-kebebasan-berpendapat
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). (Sumber: ANTARA)
Penulis : Vidi Batlolone | Editor : Purwanto

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membeberkan data pemantauan situasi kebebasan berekspresi dan berpendapat selama 2021 dan 2022. Hasilnya, kasus pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat, kini lebih banyak terjadi di ruang digital.

Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani menyampaikan selama 2020 dan 2021 tercatat ada 44 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi dan berpendapat.

"Dari 44 kasus tersebut, sekitar 52 persen pelanggaran kebebasan berpendapat, terjadi di ruang digital, ini in line dengan 25 kasus yang yang ditangani Komnas HAM," kata Endang Sri Melani dalam konfrensi pers, Senin (17/1/2022). 

Baca Juga: Komnas HAM Ungkap Data Kekerasan yang Dilakukan Aparat Negara Selama 2020-2021

Jenis-jenis pelanggaran kebebasan berpendapat di ruang digital itu antara lain misalnya lewat media sosial.

Komnas HAM mencatat ada berbagai bentuk serangan terhadap kebebasan berpendapat. Misalnya melalui serangan siber berupa pembajakan akun (hicjaking), pembeberan identitas pribadi (doxing), serangan hoax, serangan buzzer, gangguan  diskusi di media zoom (zoom bombing), dan gangguan dari nomor telepon tak dikenal (spam call). 

Sering kali, kata Endang Sri Melani, serangan bukan hanya dilakukan secara digital, tetapi dalam beberapa kasus serangan digital diikuti dengan teror, kriminalisasi dan ancaman nyata. 

Baca Juga: Anggota Komisi III Fraksi Gerindra Kritisi Sikap Komnas HAM! Predator Seksual Harus Ditindak Tegas

Pada 2020 misalnya, terdapat satu  kasus kriminalisasi yang disertai serangan digital. Selain itu terdapat tiga kasus serangan digital diikuti intimadisi, ancaman dan teror. 

Pada 2021, ada dua kasus serangan digital diikuti ancaman dan teror. Ada juga satu kasus serangan digital diikuti intimidasi, ancaman, teror, kekerasan dan penghalangan kebebasan penyampaian pendapat di muka umum. 

Dari tipologi korban, kebanyakan didominasi oleh korban individu sebanyak 10 kasus. Kasus pelanggaran kebebasan berekspresi juga banyak menimpa jurnalis yaitu 8 kasus. 

Baca Juga: Dinilai Tak Utamakan Korban, DPR Kritik Komnas HAM yang Tolak Hukuman Mati Herry Wiryawan

Mengapa para korban ini mendapat serangan digital? Temuan Komnas HAM, satu dari berbagai serangan kebebasan berpendapat kerap terjadi setelah kritik kepada para pejabat negara. 

"Kritik kepada pejabat negara juga kerap mendapat serangan," ujar Endang.  

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam meminta semua pihak untuk tidak menggunakan kebebasan berekspresi untuk menyiarkan kebencian, permusuhan atau penghinaan terhadap ras atau kelompok lain. 

Dalam memasuki ruang digital, kata Cohirul, harus ada penghormatan dan kepedulian terhadap pihak lain. "Kebebasan dan kepedulian terhadap hak oprang lain harus diutamakan agar ruang kebebasan berekspresi yang lebih luas terotorialnya dari kita, semakin baik," tutur Choirul Anam

Satu bagian dari rekomendasi Komnas HAM, kata Choirul, ialah agar penyelesaian kasus-kasus kebebasan berekspresi dan berpendapat bisa diselesaikan dengan menggunakan pendekatan restorative justice system



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x