Kompas TV internasional kompas dunia

Kerap Berselisih, AS dan China Sepakat Perangi Perubahan Iklim di KTT Iklim COP26

Kompas.tv - 11 November 2021, 22:50 WIB
kerap-berselisih-as-dan-china-sepakat-perangi-perubahan-iklim-di-ktt-iklim-cop26
Ilustrasi perubahan iklim. Kesepakatan tak terduga terjalin antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara penghasil emisi terbesar dunia itu sepakat bekerja sama untuk mengurangi emisi karbon pada Rabu (10/11/2021) di KTT Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia. (Sumber: thefanatic)
Penulis : Vyara Lestari | Editor : Hariyanto Kurniawan

GLASGOW, KOMPAS.TV – Kesepakatan tak terduga terjalin antara Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara penghasil emisi terbesar dunia itu sepakat bekerja sama untuk mengurangi emisi karbon pada Rabu (10/11/2021) di KTT Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia. 

Kesepakatan antara dua negara yang kerap berselisih ini disambut baik oleh para pemimpin dunia dan para aktivis lingkungan. 

Melansir The Guardian pada Kamis (11/11/2021), AS dan China tampaknya menyampingkan perbedaan mereka dan menyatakan deklarasi bersama untuk saling bekerja sama memangkas emisi hingga batas 1,5 derajat Celsius.

Baca Juga: Dunia akan Tetap Memanas 2,4 Derajat Celsius, bahkan setelah Janji Baru Negara-Negara di COP26

Utusan China Xie Zhenhua menyatakan, kesepakatan itu menyerukan regulasi konkret dan pragmatis dalam dekarbonisasi, mengurangi emisi metana dan memerangi deforestasi.

Emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga batu bara berkontribusi terhadap polusi udara di Ulaanbaatar, Mongolia. (Sumber: ADB/Ariel Javellana via UN News)

Deklarasi gabungan itu menyatakan, kedua negara akan menghidupkan kembali kelompok yang akan bertemu secara rutin untuk menangani krisis iklim dan melanjutkan proses multilateral, berfokus pada aksi konkret abad ini. 

“Ini langkah penting di arah yang benar,” tutur Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Dia dan para pemimpin dunia, juga para aktivis lingkungan, menyambut baik kesepakatan itu.

Direktur Aksi Kebijakan Iklim AS di WWF, Genevieve Maricle, menyatakan, kedua negara ekonomi terbesar dunia itu punya kekuatan untuk membuka aliran keuangan dari sektor publik dan swasta yang dapat mempercepat transisi ke ekonomi rendah karbon. 

Baca Juga: COP26: 45 Negara Termasuk Indonesia Umumkan Komitmen untuk Lindungi Alam dan Rombak Pertanian

Perjanjian bilateral AS-China pada 2014 memberi dorongan besar untuk pembuatan Perjanjian Paris yang bersejarah pada tahun berikutnya. Namun, kerja sama itu mandek pada era pemerintahan Trump, dan AS bahkan menarik diri dari pakta itu.

“Ini artinya tingkat dialog AS – China menyoal iklim kini dapat dimulai dengan menerjemahkannya pada tingkat kerja sama,” ujar Thom Wodroofe, ahli pembicaraan iklim AS-China. 

Kendati begitu, sejumlah ahli mencatat bahwa deklarasi itu masih kekurangan komitmen yang secara signifikan akan mengurangi gas yang memerangkap panas. 

“Ini tanda yang bagus bahwa dua negara penghasil emisi terbesar dunia dapat bekerja sama untuk menghadapi krisis kemanusiaan terbesar. Tapi, tak ada banyak ‘daging’ dalam (kesepakatan) itu selain hal-hal soal metana,” ungkap Byford Tsang, seorang analis kebijakan China untuk Eropa.

Baca Juga: Kepala BMKG Berbagi Cerita Dinamika Cuaca Ekstrem Indonesia di COP26 Glasgow

Hal ini juga diamini Bernice Lee, direktur penelitian Chatham House. Menurutnya, meski kerja sama terjalin antara AS dan China, rincian kerja samanya tidak merata.

“Pernyataan itu tak cukup untuk menutup kesepakatan. Ujian sesungguhnya antara Washington dan Beijing adalah seberapa keras mereka akan mendorong kesepakatan yang selaras dengan (pembatasan pemanasan global hingga) 1,5 derajat Celsius di sini, di Glasgow,” pungkasnya.

 



Sumber : The Guardian


BERITA LAINNYA



Close Ads x