Kompas TV nasional hukum

Banyak Kasus UU ITE, Simak Hak Tersangka dan Kewajiban Polisi Saat Penangkapan

Kompas.tv - 13 Agustus 2021, 21:12 WIB
banyak-kasus-uu-ite-simak-hak-tersangka-dan-kewajiban-polisi-saat-penangkapan
Ilustrasi tersangka diborgol saat penangkapan. (Sumber: Think Stock)
Penulis : Ahmad Zuhad | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Cara petugas kepolisian melakukan penangkapan dokter Richard Lee di rumahnya di Palembang, Sumatera Selatan menjadi perbincangan masyarakat. Hal ini pun memantik diskusi soal hak tersangka saat penangkapan.

Seperti diketahui, Richard Lee menjadi tersangka pelanggar UU ITE. Kuasa hukum Richard Lee, Razman Arif Nasution berpendapat cara polisi menangkap kliennya belebihan.

"Klien saya ini bukan teroris, bukan pelaku kejahatan luar biasa, bukan koruptor, bukan paham kiri atau kanan, dia warga negara yang ada masalah terkait dengan Undang-Undang Elektronik," ujar Razman dalam unggahan video di Instagram pada Rabu (11/8/2021) malam.

Sebelum ini, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ambon, Risman Soulissa, juga mengalami penangkapan terkait dugaan pelanggaran UU ITE pada Minggu (25/7/2021). 

Baca Juga: Polisi Menangguhkan Penahanan Dokter Richard Lee

Padahal, Risman baru berstatus saksi dan pemeriksaan masih berstatus penyelidikan. Dua kejadian ini berlangsung setelah Presiden Jokowi mengatakan perlu revisi UU ITE pada 15 Februari 2021.

Mengingat banyaknya kasus UU ITE semacam itu, masyarakat perlu mengetahui soal proses hukum dan penangkapan yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Pasal 1 ayat 2 KUHAP mengatur bahwa penangkapan hanya berlaku bagi orang yang telah berstatus tersangka dan kasus pidana telah naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan.

“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini,” demikian tertuang dalam KUHAP.

Penangkapan berbeda dengan panggil paksa atau jemput paksa. Penjemputan paksa dilakukan pada saksi atau tersangka yang tidak memenuhi penggilan pemeriksaan.

"Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya," tulis Pasal 112 ayat 2 KUHAP.

Selain penangkapan, penyidik Polri juga memiliki kewenangan menahan, menggeledah dan menyita barang bukti terkait tersangka.

Syarat Penangkapan

1. Polisi wajib memiliki bukti

Polisi hanya boleh melakukan penangkapan dengan memiliki minimal dua alat bukti sesuai KUHAP.

“Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup,” tulis pasal 17 KUHAP.

2. Penangkapan tidak boleh sewenang-wenang

Polisi wajib mematuhi menggunakan cara-cara yang diatur dalam KUHAP saat melakukan penangkapan. Bila polisi sewenang-wenang, masyarakat dapat mengajukan gugatan praperadilan sesuai Pasal 1 ayat 10 KUHAP.

Praperadilan memiliki wewenang memutus sah tidaknya penangkapan dan/atau penahanan serta permintaan ganti rugi atau rehabilitasi tersangka yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x