Kompas TV internasional kompas dunia

Kisah Gubernur Distrik Perempuan Afghanistan yang Pilih Angkat Senjata Lawan Taliban

Kompas.tv - 12 Agustus 2021, 13:51 WIB
kisah-gubernur-distrik-perempuan-afghanistan-yang-pilih-angkat-senjata-lawan-taliban
Salima Mazari (40), satu dari tiga gubernur distrik perempuan di Afghanistan. Mazari memilih angkat senjata melawan milisi Taliban untuk memerangi ideologi ekstremis kelompok itu. (Sumber: Farshad Usyan/AFP)
Penulis : Vyara Lestari | Editor : Gading Persada

CHARKINT, KOMPAS.TV – Salima Mazari (40) sudah menduduki jabatannya sebagai Gubernur Distrik Charkint di provinsi Balkh di utara Afghanistan selama lebih dari 3 tahun.

Baginya, memerangi Taliban bukanlah hal baru.

Tapi sejak Juli lalu, nyaris tak ada hari ia lewatkan tanpa pertemuan dengan para komandan pasukan keamanannya seiring gempuran Taliban yang kian massif di seantero Afghanistan.

Keselamatan sekitar 30.000 warga distriknya, jadi prioritasnya.

Sebagai satu dari tiga gubernur distrik perempuan di Afghanistan, sosok Mazari menarik perhatian karena ia pemimpin perempuan.

Namun, keberadaannya kian menonjol karena gaya kepemimpinannya yang terjun langsung dalam memimpin pasukan militer.

“Kadang-kadang saya ada di kantor di Charkint, dan di waktu yang lain, saya harus angkat senjata dan bergabung dalam pertempuran,” ujarnya seperti dilansir dari The Guardian, Rabu (11/8/2021).

Baca Juga: Taliban Kepung Afghanistan, Biden Sampaikan Afghanistan Harus Berjuang

Tugas Mazari tak cuma mengurus keseharian birokrasi, tapi juga mengorganisasi operasi-operasi militer.

“Jika kita tidak melawan ideologi ekstremis dan kelompoknya yang memaksakan ideologi itu pada kita sekarang, kita akan kehilangan kesempatan untuk mengalahkan mereka. Mereka akan berhasil. Mereka akan mencuci otak masyarakat agar menerima agenda mereka,” tegasnya memperingatkan.

Salima Mazari (40), gubernur distrik Charkint di provinsi Balkh, Afganistan bersama para anggota pasukan keamanannya. (Sumber: Farshad Usyan/AFP/Getty)

Mazari lahir di Iran pada 1980, setelah keluarganya melarikan diri dari perang Xoviet di Afghanistan.

Setelah lulus dari universitas di Teheran, ia sempat memegang sejumlah posisi di kampusnya, juga Organisasi Internasional untuk Migrasi.

Namun, Mazari kemudian memutuskan untuk kembali ke negara yang ditinggalkan kedua orang tuanya berpuluh-puluh tahun lampau.

“Yang paling menyakitkan dari menjadi seorang pengungsi adalah kurangnya rasa (memiliki) pada negaramu,” ungkap Mazari seraya mengimbuhkan, “(Sebagai pengungsi) kamu tak punya negara.”

Pada 2018, Mazari mencatat, ada lowongan untuk posisi gubernur distrik di Charkint, yang ia gambarkan sebagai “kampung halaman leluhur saya”.

Didukung oleh kolega dan keluarganya, Mazari melamar posisi itu.

Kualifikasi dan pengalaman Mazari membuatnya menjadi kandidat unggul.

Tekadnya untuk bekerja bagi warga di distriknya, membuatnya ditunjuk untuk menduduki posisi itu.

“Semula, saya khawatir akan didiskriminasi mengingat saya gubernur perempuan. Tapi mereka sungguh mengejutkan saya,” kenang Mazari tersenyum sambil melanjutkan, “Pada hari saya resmi dilantik sebagai gubernur distrik di Charkint, saya kewalahan menerima dukungan yang mengalir.”



Sumber : The Guardian


BERITA LAINNYA



Close Ads x