Kompas TV nasional politik

Mahasiswa Dipanggil Setelah Kritik Jokowi, Fahri Hamzah: Mental Orba Ada di Rektorat UI

Kompas.tv - 28 Juni 2021, 07:25 WIB
mahasiswa-dipanggil-setelah-kritik-jokowi-fahri-hamzah-mental-orba-ada-di-rektorat-ui
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah bertemu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka di Loji Gandrung Solo, Jawa Tengah, Sabtu (27/3/2021). (Sumber: KOMPAS.com/LABIB ZAMANI)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS TV - Rektorat Universitas Indonesia langsung meradang setelah mengetahui mahasiswanya yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI melontarkan kritik pedas ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Mereka melakukan kritik melalui unggahan media sosial yang bertuliskan "Jokowi: The King of Lip Service". Alhasil, sejumlah perwakilan BEM UI langsung dipanggil pihak rektorat untuk dimintai keterangan terkait kritik tersebut.

Menyikap hal itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menilai jajaran Rektorat UI kini kembali menganut sistem orde baru (Orba) dalam menanggapi aksi atau krtikan dari mahasiswanya.

Baca Juga: Pengamat Sebut Kritik BEM UI kepada Jokowi Wajar: Seharusnya Jadi Cambuk Pemerintah agar Berbenah

Ia mencontohkan, dahulu sekitar tahun 1994 dirinya bersama mahasiswa lainnya yang tergabung ke dalam lembaga persmahasiswa menuliskan kritik ihwal pembangunan gedung Rektorat UI yang mewah. Setelah itu Rektorat pun melalukan hal serupa yang terjadi sekarang.

"Kami dipanggil dan koran kami dibredel di era Orba. Tahun 1998 Orba tumbang. Rupanya mental orba pindah ke Rektorat UI mengancam mahasiswa. Malu ah," tulis Fahri dalam akun Twitter @Fahrihamzah, Senin (28/6/2021).

Menurut dia, sebuah kekuasaan yang absolut atau tidak ada batasnya itu amat berbahaya.

"Maka agama menyadari kelemahan mental manusia ini. Maka manusia dibatasi. Bahkan nabi dibatasi. Jadi kelemahan Orba adalah absolutisme. Itu jangan ditiru apalagi dipuji. Jangan salah baca!," katanya. .

Fahri yang juga alumni UI  berharap seluruh jajaran Rektorat UI mampu memperbaiki sikapnya dalam menghadapi sebuah konflik. Karena, lembaga pendidikan seperti sebuah kampus itu harus menjadi sumber kebebasan dalam beragumentasi dan diskusi.

"Masa depan kita adalah kebebasan. Meski pandemi membelenggu fisik kita tapi jiwa dan pikiran harus merdeka. Kampus adalah persemaian generasi kepemimpinan yang harus terlepas dari pengangkangan," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Leon Alvinda Putra, memberi penjelasan tentang sebutan The King of Lip Service yang diberikan kepada Presiden Joko Widodo.

Penjelasan tersebut disampaikan Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra, secara virtual kepada KOMPAS TV, Minggu (27/6/2021).

Leon mengatakan, infografis berisi gambar meme yang diunggah melalui akun Twitter @Bemui_Official tersebut merupakan bentuk kritik kepada Presiden Jokowi.

"Kami ingin mengingatkan beliau, bapak Presiden kita, untuk bisa memastikan perkataan-perkataan yang beliau sampaikan sesuai dengan realita di lapangan. Karena kami melihat banyak sekali kontradiksi antara perkataan beliau dengan apa yang terjadi di lapangan," ucap Leon.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi (KIP) UI, Amelita mengatakan, pemanggilan yang dilakukan pihak rektorat dilakukan sehari setelah postingan BEM UI mulai ramai dibicarakan sebagai bentuk langkah pembinaan kepada mahasiswa yang bersangkutan.

"Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI," ujar Amelita,, Minggu (27/6/2021).

Selain itu, Amelita juga menyampaikan bahwa yang dilakukan BEM UI tersebut telah melanggar peraturan.

"Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service, bukanlah cara menyampaikan pendapat yang sesuai aturan yang tepat, karena melanggar beberapa peraturan yang ada," ujarnya.

Baca Juga: Ade Armando Sebut BEM UI Tidak Tahu Politik, Jadi Kritiknya Dangkal



Dalam hal ini, Amelita menekankan mengemukakan opini harus sesuai dengan aturan meskipun kebebasan berpendapat sudah diatur dalam undang-undang (UU).

"Seyogyanya harus menaati dan sesuai koridor hukum yang berlaku," pungkasnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x