Kompas TV internasional kompas dunia

Polemik Vaksin Covid-19: Senjangnya Ketersediaan Vaksin Antara Negara Kaya dan Negara Miskin

Kompas.tv - 10 Desember 2020, 22:37 WIB
polemik-vaksin-covid-19-senjangnya-ketersediaan-vaksin-antara-negara-kaya-dan-negara-miskin
Seorang penggali kubur tengah menggali kuburan di area pemakaman Motherwell di Port Elizabeth, Afrika Selatan (4/12). Afrika mengalami gelombang kedua kasus penularan Covid-19. (Sumber: AP Photo / Theo Jeftha)
Penulis : Vyara Lestari

NAIROBI, KOMPAS.TV – Saat dunia menyaksikan dimulainya vaksinasi massal melawan Covid-19 di Inggris, negara-negara Afrika hanya bisa gigit jari. Padahal, benua berpenduduk 1,3 milyar penduduk itu tengah mengalami lonjakan kasus penularan Covid-19 baru.

Direktur Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Afrika John Nkengasong memperingatkan, negara-negara Afrika mungkin baru akan menerima vaksin Covid-19 pada pertengahan tahun 2021.

Nkengasong mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menggelar sesi khusus yang membahas tentang distribusi vaksin Covid-19 yang etis dan adil. “Ini untuk mencegah kesenjangan antara Utara dan Selatan terkait vaksin Covid-19 yang merupakan kebaikan bersama,” katanya seperti dikutip dari Associated Press, Kamis (10/12).

Nkengasong menegaskan, Covid-19 tidak akan dikalahkan hanya oleh negara-negara Barat saja. Ia menuding adanya kesenjangan pendistribusian vaksin yang disebabkan pembelian berlebihan oleh negara-negara kaya. “Sementara kami di Afrika masih berjuang dengan Covax,” ujarnya merujuk pada skema pengadaan vaksin multinasional demi akses dan pendistribusian vaksin bagi negara berkembang dan miskin.

Baca Juga: Margaret Keenan dan William Shakespeare Jadi Orang Pertama yang Mendapat Vaksin Pfizer

Menurut Nkengasong, Afrika tidak bakal menerima cukup vaksin dari Covax untuk meraih target Afrika memvaksin 60% populasi Afrika untuk menciptakan herd immunity atau kekebalan kelompok. Oleh karena itu, ia menghimbau agar negara-negara yang memiliki dosis vaksin yang berlebih agar memberikannya pada Covax atau negara-negara yang membutuhkan.

Ia juga memperingatkan, virus corona dapat menjadi endemik di Afrika jika vaksinasi terlambat dilakukan.

Dalam pengarahan terpisah, Richard Mihigo dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, sudah saatnya menyerukan akses vaksin yang adil karena adanya masalah yang nyata, yakni keberadaan beberapa negara yang telah memesan dosis vaksin jauh lebih banyak daripada yang dibutuhkan.

Baca Juga: Otoritas Kesehatan Kanada Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Besutan Pfizer

Ke-54 negara di benua Afrika kini memiliki total lebih dari 2,3 juta kasus infeksi Covid-19 yang terkonfirmasi, termasuk 100.000 kasus penularan dalam sepekan terakhir.

Di saat yang bersamaan, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tengah menggelar pertemuan di Jenewa, Swiss atas permintaan dari Afrika Selatan dan India untuk mengesampingkan sejumlah aturan tentang properti kekayaan intelektual agar akses vaksin Covid-19 bagi negara-negara miskin dan berkembang dapat berjalan lebih cepat dan mudah.

“Namun, sekelompok kecil negara berpenghasilan besar dan mitra dagang mereka tidak setuju, termasuk Brasil, Uni Eropa, Kanada, Amerika Serikat (AS), Jepang dan Inggris,” demikian bunyi pernyataan bersama Human Rights Watch dan Amnesty International yang mendukung permintaan Afrika Selatan dan India ini.   

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Butuh Kerja Sama Antar Negara di Dunia

AS berpendapat, pengabaian aturan itu akan menjadi langkah besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Menurut Uni Eropa, mengesampingkan aturan tentang kekayaan intelektual akan merusak kolaborasi antara publik dan pihak swasta yang tengah berlangsung dalam memperoleh akses yang adil. Uni Eropa juga menyebutkan tentang perlunya mempertahankan insentif. Sementara Inggris mengatakan, pengabaian aturan tersebut dapat menciptakan ketidakpastian jangka panjang.

Bangladesh, bagaimanapun, menyebutkan dalam pertemuan itu bahwa akses vaksin tanpa syarat dan terjangkau merupakan masalah yang sangat mendesak.

Rohit Malpani, seorang konsultan kesehatan masyarakat yang tinggal di Paris menyatakan, adanya penentangan terhadap pengabaian aturan tersebut akan berdampak pada tertundanya produksi vaksin.

“Inilah situasi yang kita hadapi sekarang: negara-negara donor bilang, mereka bersedia menyediakan dana untuk membiayai Covax membeli vaksin. Tapi tidak ada vaksin yang tersedia karena masalah kekayaan intelektual,” katanya, lalu menambahkan sambil menyindir, “Ini seperti mengundang orang untuk makan malam bersama, tapi si tuan rumah hanya memberikan piring kosong tanpa makanan.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x