> >

CEO Goes to Campus: Daya Pikir Kritis Jadi 'Penjinak' Kecerdasan Buatan

Teknologi | 21 Desember 2023, 01:15 WIB
CEO Goes to Campus ”Revolutionizing Youth Engagement: Thriving in the Digital Frontier” di Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta), Kota Tangerang Selatan. (Sumber: Kompas Gramedia)

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.TV - Daya pikir kritis diperlukan dalam menyikapi perkembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Dengan demikian, teknologi tak akan menjadi ancaman ataupun sesuatu yang merugikan. Sebaliknya, dapat dimanfaatkan untuk menunjang produktivitas, bahkan memberi banyak kesempatan bagi generasi muda.

Demikian salah satu hal yang mengemuka pada acara CEO Goes to Campus ”Revolutionizing Youth Engagement: Thriving in the Digital Frontier” di Universitas Islam Syarif Hidayatullah (UIN Jakarta), Kota Tangerang Selatan, Banten, Selasa (19/12/2023).

Acara ini merupakan rangkaian Kompas100 CEO Forum Powered by PLN.

Group Head of PAC Shared Service GoTo Nanang Chalid mengatakan teknologi hadir untuk membangun peradaban.

AI memang menjadi tantangan. Namun, yang utama ialah terkait manusia yang berada di belakang teknologi tersebut. Dengan pola pikir yang benar, serta daya pikir kritis, AI dapat bermanfaat.

Ia mencontohkan, mesin AI yang paling sederhana, yakni memproses data dalam e-commerce, yang menghubungkan calon pembeli dan penjual di lokasi yang dekat.

”Misalnya, calon pembeli di Tangerang mencari toko makanan di sekitar Tangerang, dan itu bisa. Itu positif. Namun, jika AI disalahgunakan untuk praktik-praktik tertentu juga bisa berbahaya,” ujar Nanang.

Baca Juga: Kantor Pajak Buka Stand Khusus di Gedung Kompas Gramedia untuk Pemadanan NIK dan NPWP

Oleh karena itu, dia melanjutkan, budaya literasi serta daya pikir kritis diperlukan dalam menyikapi AI ataupun perkembangan digital lainnya.

Bagaimanapun, teknologi hadir untuk menjawab persoalan yang ada, yang pada akhirnya juga menunjang bisnis.

”Biasanya, yang dilihat pemodal saat hendak berinvestasi itu seberapa yakin dan berkomitmen Anda untuk menyelesaikan masalah yang ada,” lanjut Nanang.

Adapun Principal at Skystar Capital, Juvenco Pulupessy menuturkan, hampir semua inovasi terjadi dengan model bottom-up atau berasal dari akar rumput, bukan top-down.

Itu juga yang membuat perusahaan-perusahaan besar tak semudah usaha rintisan dalam berinovasi.

Sebab, di perusahaan-perusahan besar, ada hierarki yang terlalu panjang yang harus dilewati untuk mendapatkan persetujuan atas sebuah usulan.

Menurut Juvenco, AI, rantai blok (blockchain), dan internet of things (IoT) menjadi tiga hal yang kini akan mendukung banyak inovasi terjadi.

Penulis : Kiki Luqman Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU