> >

Mendagri Tunggu Putusan MA Soal Pemakzulan Bupati Jember

Politik | 24 Juli 2020, 15:43 WIB
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian sebelum pelantikan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden RI Joko Widodo mengumumkan dan melantik Menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat setingkat menteri. (Sumber: KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)


AMBON, KOMPAS.TV - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menanggapi pemakzulan DPRD Jember terhadap Bupati Faida. 

“Bupati Jember ini kan ada istilahnya itu pemakzulan ya, adanya semacam impeachment dari DPRD-nya, maka prosedurnya nanti dari DPRD akan mengajukan ke MA,” kata Mendagri usai melaksanakan ibadah Salat Jumat di Masjid Al Fatah Ambon, Maluku, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas TV, Jumat (24/07/2020).

Mendagri Tito menghargai proses yang tengah dijalankan oleh DPRD Jember dengan melaporkan pemakzulan terhadap Bupati Faida kepada Mahkamah Agung.

“MA nanti akan menguji, setelah menguji semua apa ada buktinya segala macam, di situ tentu ada hak untuk membela diri dari yang dimakzulkan katakanlah begitu Bupati Jember," ujarnya.

Keputusan Kementerian Dalam Negeri, menurut Tito, akan menunggu keputusan dari Mahkamah Agung.

“Nanti Mendagri akan memberikan keputusan berdasarkan pengujian dari Mahkamah Agung,” pungkasnya.

Pengujian Mahkamah Agung terhadap pemakzulan Bupati Faida berupa uji materiil dan dibuktikan, apakah pemberhentian tersebut sudah memenuhi bukti yang ada atau tidak.

Baca Juga: Dimakzulkan DPRD, Bupati Jember Faida Angkat Bicara

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 yang mengatur tentang ketentuan pemberhentian kepala daerah, di antaranya kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dapat diusulkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur, serta kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD, bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban. 

Berawal dari Hak Interpelasi
Konflik antara DPRD Jember dan Bupati Faida diawali saat DPRD Jember menggunakan hak interpelasi pada 27 Desember 2019 lalu. 

Satu hari sebelum sidang digelar, Bupati Faida melayangkan surat untuk meminta sidang paripurna dijadwal ulang. Alasannya, Jember sedang KLB Hepatitis A sejak 26 Desember 2019. Selain itu Faida juga beralasan, sudah memiliki jadwal bersama masyarakat yang tak bisa ditunda hingga 31 Desember 2019. 

DPRD Jember menilai alasan tersebut sengaja dibuat-buat dan dianggap melecehkan dewan.

Terkait pemanggilan tersebut, Hamim, juru bicara Fraksi Partai Nasdem mengatakan Bupati Jember telah melakukan pelanggaran serius terhadap perundang-undangan yang berlaku. 

Hamim menyebut kebijakan bupati yang mengubah Perbup KSOTK (Kedudukan, Susunan Organisasi Tata Kerja) tanpa mengindahkan ketentuan yang ada telah menyebabkan Jember tidak mendapatkan kuota CPNS dan P3K Tahun 2019.

Kebijakan tersebut juga membuat Kabupaten Jember terancam tak mendapatkan jatah kuota PNS pada tahun 2020. Hal tersebut juga membuat masyarakat Jember serta tenaga honorer atau non-PNS Pemkab Jember merasa dirugikan.

Baca Juga: Bupati Jember Faida Sadar Pemakzulan Ada Kaitan dengan Politik Pilkada

Alasan lainnya adalah sejak tahun 2015, Bupati Faida telah melakukan mutasi ASN dengan menerbitkan 15 SK Bupati. Oleh Mendagri, mutasi tersebut dinilai telah melanggar sistem merit dan peraturan perundang-undangan.

Saat itu Mendagri dan Gubernur Jatim meminta bupati untuk mencabut 15 SK mutasi tersebut. Bupati Jember juga diminta untuk mengembalikan posisi jabatan seperti kondisi per Januari 2018. Namun hal tersebut tetap dibiarkan meskipun sudah melakukan mediasi lebih dari lima kali.

“Sampai dengan saat ini Bupati Jember tidak mematuhi rekomendasi tersebut dan justru mengulang-ulang kesalahan yang sama dengan melakukan mutasi ASN berturut-turut,” papar Hamim, seperti dilansir Kompas.com, Jumat (24/7/2020).

“Saudari bupati Jember telah menyakiti hati 2,6 juta rakyat Jember dengan penetapan opini hasil pemeriksaan BPK dengan predikat disclaimer,” tegas dia. 

Predikat tersebut berarti penilaian kinerja bupati dan jajarannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan tata kelola keuangan daerah. 

Tiga bulan kemudian, 20 Maret 2020, DPRD Jember kembali menggunakan hak konstitusinya yakni hak angket. Namun Bupati Faida lagi-lagi tak pernah menghadiri panggilan panitia khusus hak angket walaupun sudah ada tiga kali panggilan dari DPRD Jember. 

Bahkan kala itu, Bupati Faida memerintahkan semua OPD tak menghadiri undangan Panitia Angket. 

Konflik semakin meluas saat panitia hak angket DPRD Jember menemukan dugaan penyalahgunaan proyek pengadaan barang dan saja serta karut marutnya birokrasi.

Saat itu, Pemprov Jawa Timur dan Mendagri sempat berupaya mendamaikan Faida dan DPRD Jember. 

Namun rekomndasi yang diberikan tak dijalankan sesuai harapan. Konflik pun terus bergulir hingga DPRD sepakat memakzulkan Bupati Faida pada Rabu (22/7/2020).


 

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU