> >

Sederet Fakta Kasus Penjebolan Benteng Kartasura, Tersangka Tidak Ditahan hingga Janji Perbaiki

Hukum | 29 Juni 2022, 12:18 WIB
Warga melintas di depan Benteng Keraton Kartasura yang jebol di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (23/4/2022). (Sumber: Kompas TV/Nurul Fitriana)

SOLO, KOMPAS.TV - Kasus penjebolan tembok benteng Keraton Kartasura, di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, kini memasuki babak baru.

MK, seorang pemilik lahan yang sudah ditetapkan tersangka tidak dikenai hukuman penahanan.

Menurut Kuasa Hukum MK, Bambang Ary Wibowo, saat ini kliennya hanya dikenakan wajib lapor karena telah mengajukan upaya penangguhan penahanan.

"Kami sudah mengajukan penangguhan penahanan, kami wajib lapor setiap hari Kamis di Prambanan," kata Bambang seperti dilansir dari TribunSolo.com, Selasa (28/6/2022).

Meski demikian, Bambang menyebut kliennya hingga saat ini masih tetap bekerja seperti biasa dan tidak diperbolehkan bepergian dalam batas waktu tertentu. 

"Kalau saat ini masih bekerja. Klien kami juga sudah menyerahkan semua proses kepada kuasa hukum," ujarnya.

Ia juga menyebut pihaknya kini sedang mempersiapkan beberapa data untuk menjadi bahan dalam persidangan terkait penangguhan penahanan.

"Kami juga menyiapkan data-data untuk persidangan nanti," ujarnya.

Berikut Fakta Kasus Penjebolan Benteng Kartasura:

Penetapan tersangka

Sebelumnya, pada 16 Juni 2022, Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) telah menetapkan seseorang berinsial MK sebagai tersangka dalam kasus penjebolan Benteng Keraton Kartasura.

Baca Juga: BPN Identifikasi Status Tanah Benteng Keraton Kartasura yang Temboknya Dijebol Warga

Tembok sepanjang 65 meter itu diketahui dijebol oleh pemilik tanah yang menjadi tempat berdirinya obyek cagar budaya itu pada Kamis (21/4/2022). 

PPNS BPCB Harun Arosit mengatakan sebelum penetapan pihaknya telah memeriksa sebanyak 22 orang saksi dalam kasus tersebut. Tak hanya itu, tim penyidik juga telah mengamankan sejumlah barang bukti mulai dari dokumen hingga ekskavator yang digunakan untuk penjebolan.

"Sejumlah barang bukti kita amankan, baik dokumen maupun barang, seperti ekskavator," ucap Harun.

Dalam pernyataannya, MK terancam melanggar Undang-Undang no 11 tahun 2020 pasal 105 Juncto pasal 66 ayat 1, tentang pengerusakan Bangunan Cagar Budaya (BCB). Dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal 1 tahun maksimal 15 tahun atau denda Rp500 juta hingga Rp5 miliar.

Janji akan memperbaiki benteng

Sementara itu, sebelum adanya penetapan tersangka oleh pihak BPCB. Pada 12 Mei 2022, diketahui Burhanudin yang diketahui sebagai pemilik tanah di kawasan bekas Keraton Kartasura, Sukoharjo, menawarkan penyelesaian kasus dengan cara mediasi.

Bahkan, pihaknya juga siap jika harus memperbaiki kondisi tembok menjadi seperti semula, asalkan tawaran mediasi tersebut disepakati bersama.

"Kami siap melakukan perbaikan tembok seperti semula, memakai bata dengan ukuran yang sama dan yang lainnya, asal tawaran mediasi tersebut disetujui, kalau tidak ya tidak usah," kata Bambang Ary Wibowo.

Menurut Bambang, proses mediasi ditawarkan karena kliennya melakukan penjebolan benteng tanpa didasari niat merusak cagar budaya. Hal itu lantaran Burhanudin maupun warga sekitar tidak mengetahui status tembok tersebut.

"Di sini tidak ada mens rea atau niat jahat dari klien saya untuk merusak cagar budaya. Yang perlu diperhatikan apakah ada unsur kesengajaan atau tidak," terangnya.

Terlebih, lanjut Bambang, di area tersebut tidak ada penanda bahwa itu cagar budaya, serta warga setempat juga tidak ada yang tahu status tembok tersebut.

Bambang menilai, jika Burhanudin harus dipidana, maka orang-orang yang juga melakukan perusakan sebelumnya harus dipidana.

Baca Juga: Duh, Demi Bangun Kos-kosan, Pembeli Tanah Bongkar Tembok Benteng Keraton Kartasura

"Kita lihat di sisi selatan tembok itu, hanya 8 meter dari tembok juga roboh, sudah menjadi bangunan," kata dia.

"Di sisi utaranya sudah menjadi jalan, padahal dulu pasti juga ada temboknya, sekarang ke mana? Kalau masalah ini dipidana, harusnya semuanya kena," imbuh dia.

Bambang menjelaskan bahwa pemerintah sangat besar perannya dalam pelestarian cagar budaya. Bahkan, hal tersebut juga tercantum didalam Undang-Undang sehingga Pemkab Sukoharjo melindungi cagar budaya dengan baik.

"Tapi fakta di lapangan justru berbeda, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo tidak menjalankan semua aturan terkait perlindungan cagar budaya dengan sebaik-baiknya," tuturnya.

Peran pemerintah di sini, kata Bambang bukan hanya eksekutif saja melainkan juga legislatif terkait dengan penganggaran perlindungan cagar budaya di wilayah hukum Kabupaten Sukoharjo.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Tribun Solo


TERBARU