> >

Kemkominfo Sebut UU ITE Dibuat untuk Ciptakan Ruang Digital Bersih dalam Kebebasan Berekspresi

Peristiwa | 26 Juni 2022, 04:43 WIB
Ilustrasi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). UU ITE lahir dari semangat demokrasi untuk menciptakan ruang digital yang bersih. (Sumber: Kompas.com/Wahyunanda Kusuma)

SAMARINDA, KOMPAS.TV- Efektivitas Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masih terus jadi problematika di masyarakat.

Meski begitu, keberadaan UU ITE ini sejatinya sangat penting di tengah masifnya perkembangan digitalisasi global, khususnya di Indonesia.

Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Prof. Dr. Drs. Henri Subiakto, S.H., M.Si menyebut agar terciptanya ruang digital yang bersih, sehat, dan beretika, serta dapat dimanfaatkan secara produktif maka dibuatlah UU ITE yang lahir dari semangat demokrasi.

"Teknologi itu mengubah kehidupan manusia, technological activity leads economical conectivity also cultural activity. Teknologi dapat membuat kita terkoneksi secara politik, sosial, dan budaya," jelas Henri dalam paparannya pada Forum WEBINAR SERIES #2 ASEANTALK bertajuk 'ASEAN, HAM, dan Kebebasan Berekspresi' di Gedung Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimatan Timur, baru-baru ini. Dilansir dari Tribun Kaltim, Minggu (26/6/2022).

Baca Juga: Selain Penistaan Agama, Pakar Hukum Sebut Promosi Berbau Sara Holywings Juga Bisa Terjerat UU ITE

Senada dengan Henri, pembicara lainnya yakni Irwansyah Mukhlis, selaku Koordinator Hukum dan HAM Direktorat Kerja Sama Politik dan Keamanan ASEAN Kemenkominfo mengakui bahwa hak yang sama yang dimiliki orang secara luring harus dilindungi secara daring, khususnya kebebasan berekspresi yang berlaku, terlepas dari perbatasan dan melalui media apapun yang dipilih.

"Hal ini sesuai dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik,” imbuh dia.

Adapun Wakil Indonesia untuk Asean Intergovernmental Comission Human Rights (AICHR), Yuyun lebih menyoroti pada hal tidak mudahnya membedakan ujaran kebencian dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pasalnya dibutuhkan analisis mendalam untuk membedakan hal-hal tersebut. 

"Walaupun sudah diatur di hukum internasional, ujaran kebencian susah didefinisikan secara mudah. Beberapa negara di ASEAN merespon hal ini dengan memakai UU lama maupun baru, seperti KUHP di Indonesia yang digunakan untuk meredam ujaran kebencian."

Baca Juga: Soal Revisi UU ITE Tak Kunjung Dibahas, DPR Ungkap Alasannya

Penulis : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Tribun Kaltim


TERBARU