> >

6 Sikap Jaringan Gusdurian Terkait Penghentian Aktivitas Ahmadiyah di Sintang

Peristiwa | 4 September 2021, 20:43 WIB
Sejumlah massa mendatangi jemaat Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar), Jumat (3/9/2021) siang (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaringan Gusdurian mengeluarkan enam pernyataan sikap terkait surat bupati Sintang Kalimantan Barat yang meminta Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menghentikan secara tetap aktivitas operasional dalam bentuk apa pun di tempat ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Desa Balai Harapan Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang.

Surat itu dikeluarkan berdasarkan aspek perizinan yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian rumah Ibadah. 

Pertimbangan lain yang disampaikan melalui siaran pers bupati Sintang adalah potensi ancaman kemanan dan ketertiban. Dalam surat tersebut juga dinyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Sintang menjamin kebebasan kepada Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk beribadat sepanjang mengakui beragama Islam, dan sesuai dengan ketentuan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008.

Baca Juga: Pasca Perusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang, Polisi Amankan Lokasi Sekitar Rumah Jemaah

"Tindakan Pemerintah Kabupaten SIntang tersebut secara terang telah mencederai salah satu hak sipil warga yaitu hak untuk beribadah sesuai dengan kepercayaannya," ujar Alissa Wahid, koordinator jaringan Gusdurian dalam siaran persnya, Jumat (3/9/2021).

Ia menilai, tindakan tersebut juga sangat bertentangan dengan konstitusi dan merupakan bentuk diskriminasi yang menodai asas keadilan. Konstitusi Republik Indonesia menegaskan bahwa negara harus melindungi warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. 

Berikut enam pernyataan sikap yang dikeluarkan jaringan Gusdurian terkait penghentian aktivitas Ahmadiyah di Sintang. 

Pertama, mengecam tindakan sewenang-wenang Pemerintah Kabupaten Sintang yang menutup paksa tempat ibadah milik Jemaat Ahmadiyah.

Kedua, meminta agar Pemerintah Kabupaten Sintang untuk memfasilitasi perlindungan bagi warga Ahmadiyah agar bisa menjalankan ibadahnya dengan aman dan nyaman. Bupati Sintang harus menjalankan amanat konstitusi, melindungi, dan menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan (kemerdekaan) beragama dan berkeyakinan setiap warga negara. SKB 2 Menteri No. 9 dan No. 8 tahun 2006 tidak boleh dan tidak bisa dijadikan dasar untuk melarang ibadah. Justru Pemerintah Kabupaten Sintang harus memfasilitasi jemaah Ahmadiyah agar tetap bisa beribadah. Termasuk melindunginya dari tindakan melanggar hukum dari pihak luar. 

Ketiga, meminta Presiden Joko Widodo untuk mencabut SKB 2 Menteri No. 9 dan No. 8 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah karena menyebabkan banyaknya rumah ibadah yang dipaksa tutup. Selain itu, Presiden Joko Widodo juga harus mencabut SKB 3 Menteri No. 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat yang rawan disalahgunakan untuk melakukan tindakan inkonstitusional terhadap penganut Ahmadiyah. 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU