> >

Belasan Eks Napi Teroris Upacara 17 Agustus di Gunung Sepikul: Maknyes Lihat Merah Putih Berkibar

Berita daerah | 17 Agustus 2021, 22:17 WIB
Tangkapan layar saat salah seorang anggota Yayasan Gema Salam memberikan hormat ke arah bendera Merah Putih saat mengikuti upacara bendera dalam rangka Hari Kemerdekaan ke-76 RI di Gunung Sepikul, Bulu, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (17/8/2021). (Sumber: YouTube Yayasan Gema Salam. )

SUKOHARJO, KOMPAS.TV- Belasan eks napi teroris ikut memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-76, Selasa (17/8/2021).

Cukup unik cara mereka memperingati HUT Kemerdekaan yakni dengan menggelar upacara bendera. 

Tak tanggung-tanggung, sekitar 15 orang yang merupakan bekas teroris itu menggelar upacara di dataran tinggi, yakni di Gunung Sepikul yang berada di wilayah Bulu, Sukoharjo, Jawa Tengah. 

Di bawah komando Joko Triharmanto, belasan eks napi teroris yang saat ini membentuk Yayasan Gema Salam itu menapaki jalan terjal menanjak untuk menuju puncak Gunung Sepikul. 

Di tengah cuaca panas yang menyengat, tanpa patah semangat mereka terus berusaha untuk bisa menuju lokasi upacara. 

"Akhirnya setelah panas-panas, jalan menanjak. Kami sampai di lokasi dan upacara pun kami langsungkan," tutur Joko Triharmanto yang juga Ketua Yayasan Gema Salam pada Kompas.tv, Selasa (17/8). 

Baca Juga: Begini Situasi Upacara Bendera di Wisma Atlet Kemayoran

Kebetulan saat itu Jack Harun, biasa dia disapa, juga bertugas sebagai pengibar bendera.

Dengan cekatan, Jack Harun yang ditemani dua orang kawannya bertugas menaikkan bendera Merah Putih. 

"Lega rasanya saat Merah Putih sudah berkibar di tiang bendera. Maknyes dan terharu. Sepertinya kelelahan kami, panas-panas naik gunung terbayar lunas saat bendera sudah berkibar," ungkap Jack Harun. 

Tak sekedar upacara bendera, dalam momen itu Jack Harun dan kawan-kawan juga menyelipkan beberapa hal misalnya pembacaan teks Proklamasi dan Pancasila hingga menyanyikan lagu-lagu nasional salah satunya Bagimu Negeri. 

"Bagi kami tema Indonesia Tangguh dan Indonesia Tumbuh sesuai tema Hari Kemerdekaan tahun ini benar adanya. Pandemi yang ada saat ini harus membuat Indonesia kerja ekstra agar pandemi segera berakhir," jelas dia. 

Baca Juga: Jangan Ketinggalan, Lomba Berhadiah hingga Upacara Bendera di Festival 17-an Online KG Media

"Ketika pandemi berakhir maka perekonomian bisa tumbuh lagi dan masyarakat bisa makmur."

Tangkapan layar sejumlah anggota Yayasan Gema Salam yang sebagian besar mantan napi teroris saat menaiki jalan terjal menuju lokasi upacara bendera Hari Kemerdekaan ke-76 RI di Gunung Sepikul, Bulu, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (17/8/2021). (Sumber: YouTube Yayasan Gema Salam)

Lebih lanjut Jack Harun mengaku bersama rekan-rekannya di Yayasan Gema Salam akan terus bekerja keras mengajak sejumlah eks teroris untuk kembali ke pangkuan Indonesia.

Tak mudah memang, ia pun mengakui, apalagi Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo agar Yayasan Gema Salam yang berdiri medio 2017 menggandeng sekitar 500 eks napi teroris di wilayah Jawa Tengah untuk kembali ke Tanah Air. 

"Ini jadi tantangan bagi kami. Cara merangkul mereka ya lewat komunikasi secara massif. Sebenarnya kenapa mereka dahulu bisa jadi teroris karena terputusnya komunikasi antara negara dengan mereka. Ini yang kami tak ingin terulang lagi," papar dia. 

Baca Juga: Keren!, Para Surfer Mengadakaan Upacara Bendera Di Tengah Laut

Napi Teroris

Adapun Jack Harun merupakan bekas napi teroris yang sempat menjalani hukuman penjara karena terkait kasus Bom Bali 1.

Pria kelahiran Pedukuhan Wonogiri, Kalurahan Jatirejo, Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 45 silam itu memaknai kemerdekaan sebagai momen memperteguh diri untuk selalu menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kemerdekaan bagi kami yaitu saat kami bisa kembali ke NKRI lagi," sambungnya. 

Menurut dia, ketika sudah 'merdeka' dan kembali ke pangkuan NKRI maka menjadi momentum juga baginya untuk berkarya.

Kebetulan juga Joko mendirikan yayasan yang beranggotakan sekitar 40 orang yang mayoritas adalah eks napi-napi teroris.

Yayasan Gema Salam namanya, berkedudukan di Sukoharjo, dimana menjadi tempat tinggal Joko dan keluarganya saat ini.

Tangkapan layar sejumlah mantan napi teroris yang tergabung dalam Yayasan Gema Salam saat mengikuti upacara bendera Hari Kemerdekaan RI ke-76 di Gunung Sepikul, Bulu, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (17/8/2021). (Sumber: YouTube Yayasan Gema Salam)

"Dengan kemerdekaan saat ini kami bisa berkarya untuk Indonesia. Pengalaman masa lalu biarlah sebagai 'batu-batu' untuk kami bisa jadikan pijakan agar berdiri kokoh menyeberangi kehidupan ini untuk menggapai masa depan yang lebih sukses," papar Joko.

Salah satu karyanya, melalui Yayasan Gema Salam tengah membangun tempat pelatihan berbagai jenis usaha bagi para anggota.

"Kami ini baru membangun tempat pelatihan untuk segala jenis usaha. Selain itu kerap mengadakan acara pembenahan mindset teman-teman terhadap Indonesia," jelasnya. 

Meski begitu, diakui Joko, hal-hal berkarya tadi bisa dianggap tidak semudah membalikkan telapak tangan karena memang butuh perjuangan yang tak ringan. Apalagi ketika menghadapi teman-teman di yayasan yang patah semangat.

"Butuh perjuangan pastinya. Apalagi menghadapi teman-teman yang kecewa karena menganggap negara kurang memperhatikan atau memperhatikan tapi kurang tepat. Ya kalau saya yang penting itu ada komunikasi yang harmonis dahulu, setelah itu baru kita mikir program-program," pintanya.

Baca Juga: Korban Gempa Upacara Bendera di Pengungsian

Sedikit menoleh kebelakang. Joko pun sempat bercerita soal gerakan terorisnya dahulu yang membuatnya dihukum empat tahun penjara. 

Ia mengaku sebagai bagian dari para pelaku kasus Bom Bali 1. Bahkan memiliki keahlian merakit bom, ia mengklaim sebagai tangan kanan gembong teroris almarhum Nordin M Toop.

"Sejak SMA saya sudah ikut pengajian-pengajian yang mengarah ke gerakan radikal. Lalu makin mengenal lebih jauh saat kuliah di Solo sekitar tahun 1997. Saat ada kerusuhan Ambon 1999 saya ke sana lalu berlanjut ke Poso. Nah, di dua tempat itu saya mulai mengenal gerakan teroris karena banyak bergaul dengan orang Indonesia yang baru pulang dari Afganistan. Mulai saya belajar merakit bom," cerita Joko.

Tangkapan layar salah seorang mantan napi teroris bernama Joko Triharmanto yang juga Ketua Yayasan Gema Salam. (Sumber: YouTube Yayasan Gema Salam)

Selepas konflik Ambon dan Poso, Joko pun kembali ke Pulau Jawa. Ia tak sendirian karena datang pula rombongan tokoh-tokoh Bom Bali seperti Imam Samudra dan Amrozi.

"Nah di Jawa kami bingung ilmu yang sudah dimiliki saat di Poso mau dikemanakan. Akhirnya muncul ide membuat bom dan mempraktekkan di Bali," imbuh dia.

Bom Bali 1 pun terjadi dan Joko  melarikan diri dari kejaran polisi. Sekitar dua tahun dia bersembunyi di Yogyakarta sampai Purwokerto dan akhirnya tertangkap usai Bom Kuningan. 

Baca Juga: Semua Mantan Presiden Hadiri Upacara Bendera di Istana

"Saya divonis enam tahun tapi baru menjalani empat tahun akhirnya dibebaskan karena mendapatkan remisi besar-besaran," ungkap dia.

Tak ingin terjatuh lagi, Joko mulai sadar apa yang dijalaninya selama ini adalah salah. Bersama istrinya yang warga Solo, dia pun mulai memperbaiki dan menata hidup baru lagi.

"Akhirnya saya beralih ke profesi lain yakni membuka warung soto dan bengkel pembuatan blangkon,” imbuh Joko yang saat ini tinggal bersama sang istri di Manang, Sukoharjo.

Dalam setiap ceramahnya, Joko pun mewanti-wanti kepada para orang tua untuk benar-benar memperhatikan pergaulan dari putra-putrinya.

Sebab, saat ini perkembangan media sosial sangatlah masif dimana para anak-anak muda bisa mendapatkan dengan mudah informasi termasuk informasi gerakan radikal.

"Dulu gerakan radikal biasanya muncul lewat pengajian pengajian lalu mulai dikenal sejak SMA. Tapi saat ini eranya berubah.  Pengaruh gerakan radikal sudah bisa dialami oleh anak SMP, ya lewat medsos tadi," tutup Jack Harun.

Baca Juga: Upacara Bendera Digelar di Tengah Laut

Penulis : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/YouTube Yayasan Gema Salam


TERBARU