> >

Begini Penjelasan Penyanderaan 2 Orang Penjaga Hutan Harapan dan Pos yang Dibakar

Peristiwa | 21 Juni 2021, 20:46 WIB
Seorang warga suku Batin IX melihat vegetasi tua yang ditebangi perambah liar yang membakar restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Batanghari, Jambi, Jumat (27/9/2019). Pekan lalu, 18 warga pendatang ditangkap aparat Kepolisian Resor Batanghari terkait pembakaran hutan yang merupakan ruang hidup komunitas suku pedalaman itu. (Sumber: Kompas.id/IRMA TAMBUNAN )

JAMBI, KOMPAS.TV - Sejumlah orang membakar pos-pos penjaga hutan dan menyandera dua petugas selama 14 jam sejak Kamis (17/6/2021) sore dengan meminta tebusan Rp450 juta.

Hal itu diketahui merupakan ulah dari perambah hutan Kawasan Restorasi Ekosistem Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan.

Manajer Perlindungan Hutan Harapan TP Damanik menceritakan, dua pekan sebelumnya, perambah memaksa memasukkan alat berat untuk memperbaiki jalan menuju Kawasan hutan di Bungku, Kabupaten Batanghari.

Upaya dialog melibatkan petugas Dinas Kehutanan Provinsi Jambi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak membuahkan hasil. Alat berat tetap beroperasi membuka akses demi memperluas perambahan dalam hutan negara itu.

Pada Kamis, sedikitnya 50 orang kembali mendatangi kamp-kamp jaga hutan, yakni Pos Simpang Macan, Pos Sungai Kandang, dan Pos 51. Seluruh pos dibakar dalam waktu berdekatan pada Kamis malam.

Baca Juga: Pos-Pos Penjaga Hutan Harapan di Jambi Dibakar, 2 Orang Disandera oleh Perambah

Dua petugas jaga Pos Simpang Macan lantas disandera sejak pukul 16.30 WIB hingga keesokan harinya, pukul 06.30. Para penyandera baru melepaskan dua petugas hutan setelah didatangi aparat Polres Batanghari dipimpin Kompol Abdul Roni.

”Tuntutan uang tidak dapat dipenuhi,” kata Abdul, dikutip dari Kompas.id (21/6/2021).

Tampubolon, warga yang turut dalam aksi, menyatakan, pembakaran dan penyanderaan dilakukan sebagai bentuk protes terhadap perusahaan pemangku izin restorasi ekosistem. Masuknya alat berat ke dalam wilayah itu untuk memperbaiki jalan yang rusak.

”Kondisi jalan sudah hancur sepanjang 10 kilometer. Kami bermaksud memperbaiki tetapi dilarang petugas,” ujarnya.

Dalam prosesnya, lanjut Tampubolon, ada petugas yang bersikap kasar terhadap warga. Sikap itu yang memicu kemarahan warga.

Hingga saat ini, sudah lebih dari 3.000 hektare hutan dirambah dalam modus jual beli kebun sawit.

Baca Juga: Perambahan Kayu Hasil Hutan Polisi Buru Pelaku

 

Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU