> >

Perploncoan dalam Pendidikan Dokter Sudah Ada sejak Zaman Penjajahan Belanda dan Jepang

Kampus | 4 Mei 2023, 14:37 WIB
Dokter, perawat, dan pegawai serentak meninggalkan Roemah Sakit Pergoeroean Tinggi (RSPT) Salemba usai pengambilalihan RS tersebut oleh Belanda pada 24 Agustus 1948. (Sumber: Kompas.id/Harian Kompas)

Menteri Luar Negeri Indonesia ke-4 ini juga memaparkan, salah satu materi perploncoan saat itu adalah latar belakang daerah asal para murid baru STOVIA. Mereka akan ditanya secara mendalam terkait segala hal dari daerah asalnya.

Lelaki yang masuk STOVIA usai lolos ujian pemerintah itu menyebut, perploncoan di sekolah kedokteran pribumi tersebut tidak menggunduli kepala siswa baru. Selain itu, kegiatan ini hanya dilakukan di dalam lingkungan sekolah.

Baca Juga: Alumni Plonco Pelajar SMAN 6 Jakarta, Polisi: 2 Orang Selenggarakan Kegiatan

Plonco dalam Pendidikan Dokter di Masa Penjajahan Jepang

Pada masa penjajahan Jepang, penggundulan kepala baru dilakukan dalam praktik perploncoan, terutama di Ika Daigaku atau sekolah kedokteran.

Istilah plonco baru digunakan pada masa penjajahan Jepang untuk menggantikan istilah ontgroening, karena sikap kekaisaran Jepang yang anti-Belanda pada saat itu.

Kata plonco berarti gundul. Saat itu, hanya anak kecil yang memiliki kepala gundul. Sehingga, murid baru dianggap sebagai anak kecil yang perlu diberi pengetahuan dan petunjuk bagi masa depannya.

Berdasarkan tulisan Rahardjo Darmanto Djojodibroto dalam buku Tradisi Kehidupan Akademik, praktik penggundulan ini merupakan salah satu obsesi militer Jepang.

Saat itu, militer Jepang identik dengan kepala gundul, karena standar laki-laki Jepang pada masa itu harus gundul. 

Pasalnya, menurut kepercayaan bangsa Jepang saat itu, hanya kaisar sebagai keturunan Dewa Matahari saja yang boleh memiliki rambut.

Plonco Pascakemerdekaan

Usai Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, praktik perploncoan masih terjadi, termasuk di lingkungan perguruan tinggi Universitas Indonesia pada tahun 1949.

Saat itu, kegiatan penggemblengan mahasiswa baru melalui plonco dimaksudkan untuk menciptakan ikatan batin dan rasa setia kawan meski dalam keadaan sulit.

Usai banyak sekolah tinggi dibuka pada sekitar tahun 1950-an, kegiatan plonco marak dilakukan. Praktiknya, mahasiswa baru dibentak dan diperintah oleh senior.

Akan tetapi, saat itu, praktik perploncoan tidak dilakukan dengan cara menggunduli kepala mahasiswa baru.

Perploncoan sempat ditentang oleh Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). CGMI merupakan organisasi mahasiswa yang sangat dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

CGMI dan PKI bersama-sama menolak kegiatan plonco karena dianggap sebagai warisan dari pemerintah Belanda dan Jepang.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU