> >

Usul Ganja jadi Komoditas Ekspor, BNN Bilang itu Kejahatan!

Berita kompas tv | 2 Februari 2020, 15:18 WIB
BNN bongkar kasus penyelundupan 200 kilogram ganja dengan modus dalam tabung nitrogen dan kompresor di Kramat Jati, Jakarta Timur, (8/8/2019). (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN), Inspektur Jenderal Arman Depari angkat bicara soal wacana usulan ganja atau kannabis menjadi komoditas ekspor.

Baca Juga: Soal Ekspor Ganja, BNN Tegaskan Hal Ini

Mantan Kapolda Kepulauan Riau itu mengungkapkan bahwa ganja banyak disalahgunakan di masyarakat dan merusak kesehatan.

Baik untuk tujuan rekreasi (rekreasional) besenang-senang atau hura hura.

"Ganja adalah narkotika jika disalahgunakan dapat merusak kesehatan secara permanen dan menimbulkan ketergantungan," ujar Arman Depari kepada Kompas.tv, Minggu (2/2/2020).

Arman juga membantah pendapat bahwa ganja bisa digunakan untuk keperluan medis yang bisa menyembuhkan penyakit tertentu. 

"Ada juga yang menyebut ganja dapat sembuhkan penyakit tertentu seperti asma, hal ini tentu saja merupakan pendapat yang menyesatkan. Sampai saat ini belum ada satu pun pembuktian dari penelitian medis bahwa ganja dapat menyembuhkan penyakit tertentu," tegasnya.

Sejauh pengamatan Arman, yang sudah puluhan tahun bertugas sebagai polisi narkotika, hingga saat ini belum ada negara di dunia yang mengubah undang-undangnya dan mengeluarkan ganja dari narkotika golongan 1.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika secara jelas melarang tanaman ganja mulai dari biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman  lainnya untuk tujuan apa pun. 

Jika hal itu dilanggar maka perbuatan tersebut termasuk kejahatan atau tindak pidana narkoba.

Dia mempertanyakan motivasi dari usulan menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor itu.

"Jika ada keinginan untuk melegalisir ganja perlu ditelusuri motivasi dan kepentingannya apakah untuk kepentingan masyarakat atau sindikat. Yang jelas pemanfaatan ganja di luar ketentuan undang-undang adalah kejahatan," tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, usulan agar ganja menjadi komoditas ekspor awalnya disampaikan Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Rafli. 

Usulan itu dilontarkan anggota DPR dari dapil Aceh ini saat rapat dengan Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, pekan lalu.

"Misalnya, ganja ini. Entah untuk kebutuhan farmasi atau apa aja jangan kaku lah kita harus dinamis. Ganja ini tumbuhnya mudah di Aceh. Saya rasa ini ganja harus jadi komoditas ekspor bagus," kata Rafli dalam rapat Komisi VI DPR, di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Pernyataan Rafli itu kemudian menuai protes, termasuk dari kubu PKS sendiri. 

Fraksi PKS DPR mengaku menegur keras Rafli karena mengusulkan ganja menjadi komoditas ekspor. 

Baca Juga: Politisi PKS Usul RI Ekspor Ganja

PKS menegaskan usulan Rafli itu bukanlah sikap fraksi. 

"Pak Rafly, sebagai pribadi anggota DPR namun tidak mewakili sikap PKS, berbicara dalam forum rapat kerja dengan Menteri Perdagangan tentang peningkatan ekspor komoditas nasional dan lokal untuk menggenjot ekonomi dan pemasukan negara," ujar Ketua Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaini dalam keterangannya, Jumat (31/1/2020).

"Beliau melihat tanaman ganja sering disalahgunakan sebagai narkotika, dan Aceh, daerah pemilihannya, sering dikaitkan dengan tanaman ini. Jadi menurutnya, negara perlu tegas meregulasi untuk atasi penyalahgunaan ini," katanya.

Jazuli menyebut usulan Rafli itu menimbulkan persepsi buruk bagi PKS. Terlebih PKS memang vokal terhadap pemberantasan narkoba.

"Dan apalagi usulan itu tidak mencerminkan sikap Fraksi PKS, karenanya pernyataan pribadi itu layak diluruskan dan dikoreksi, apalagi telah menimbulkan salah paham dan framing terhadap PKS, partai yang selama ini justru dikenal vokal menolak narkoba dan mendukung BNN," tutur Jazuli.

Meski Rafli menilai tanaman ganja bisa menjadi bahan baku obat dengan regulasi khusus, namun Jazuli menegaskan PKS memahami UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika itu tegas melarang ganja dan mengkategorikannya sebagai narkotika golongan 1. 

Narkotika golongan ini dilarang untuk pelayanan kesehatan, meski dalam UU tersebut juga terdapat pengecualian dalam jumlah terbatas untuk ilmiah pengetahuan.

"Atas dasar itulah Fraksi PKS menegur keras Pak Rafly. Dan yang bersangkutan meminta maaf atas kehilafan pikiran dan pernyataan pribadinya itu, sehingga menimbulkan polemik serta membuat salah paham di kalangan masyarakat, dan beliau menarik usulan pribadinya tersebut," Jazuli menegaskan.

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU