> >

Faisal Basri Sentil Jokowi: Dia Perlemah Demokrasi Indonesia, Rangkul Konglomerat, Gibran Cawapres

Peristiwa | 14 Maret 2024, 22:27 WIB
Ekonom senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Faisal Basri dalam diskusi publik INDEF di Jakarta, Senin (5/2/2024). Faisal Basri menilai banyaknya bantuan sosial (bansos) yang diberikan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), mencerminkan kegagalan dalam menyejahterakan rakyat Indonesia. (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ekonom senior Faisal Basri menyebut Indonesia kalah dari Timor Leste hingga Papua Nugini dalam hal demokrasi.

Ia pun  menyentil Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait merosotnya indeks demokrasi di Indonesia.

"Ini democracy index kita terjun bebas. V-Dem Democracy Index 2024 melaporkan bahwa ranking Indonesia terjun bebas dari 79 ke 87,” kata Faizal Basri dalam acara "Temu Ilmiah Guru Besar/Akademisi Se-Jabodetabek" di Universitas Indonesia (UI), Salemba, Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Baca Juga: Hadiri Malam Tirakatan untuk Kejujuran dan Keadilan, Faisal Basri Sebut Jokowi Penyebab "Stroke"

“Skornya turun dari 0,43 menjadi 0,36 mendekati 0. Lebih rendah dari Papua Nugini dan Timor Leste. Terbaru, kita terbaik di urutan 63, sekarang 87, skornya terbaik 0,53, dibikin sama Jokowi tinggal 0,36.”

Faisal kemudian menjelaskan bahwa sebelumnya Indonesia pernah menjadi negara demokrasi dengan tingkat mencapai level tertinggi. Karenanya, kata Faisal, Indonesia juga disegani terkait indeks demokrasinya tersebut. 

Namun demikian, lanjut Faisal, semua berubah semenjak Jokowi menjabat sebagai Presiden. Terlebih, ketika Jokowi mendukung anaknya, Gibran Rakabuming Raka, maju menjadi cawapres di Pilpres 2024.

Menurut Faisal, suara Gibran yang saat ini sedang unggul menjadi wapres juga bermula karena andil Jokowi yang merusak demokrasi.

"Sekarang kita mingkem, malu membicarakan demokrasi karena sudah dirampok oleh Jokowi,” ucap Faisal Basri dikutip dari Kompas.com. 

Baca Juga: PDIP Tegaskan Tidak Pernah Andalkan Jokowi Saat Pilkada: Itu Mesin Partai

“Karena, dia tahu demokrasi yang genuine tidak mungkin dinasti politik hadir. Dia harus rusak dulu demokrasi baru Gibran bisa jadi wakil presiden.”

Untuk bisa mencapai hal tersebut, Faisal mengatakan Jokowi melakukan berbagai cara. Salah satunya merangkul para konglomerat untuk masuk dalam kekausaan.

"Apa yang dia lakukan? Dia perlemah institusi-institusi demokrasi, tapi dia enggak punya modal. Apa yang dia lakukan? Dia rangkul para konglomerat, dia ajak dalam kekuasaan, penguasa dan pengusaha berada dalam satu badan, satu badan. Pak Harto enggak (begitu)," ujar Faisal.

Faisal mengatakan, jika penguasa dan pengusaha dipersatukan, maka akan menjadi kekuatan yang luar biasa.

Oleh karena itu, kata Faisal, Boy Thohir kemudian bisa percaya diri bahwa kekuatan para pengusaha bisa memenangkan Prabowo Subianto.

Baca Juga: Mahfud Sebut Megawati Diminta Pimpin Gerakan Perbaikan: Kalau Dibiarkan, Nanti Tidak Ada Demokrasi

"Demokrasi mendekati 0, kekayaan alam dirampok. Timah kita habis. Batu bara. Nikel dijual ke China, luar biasa dahsyatnya,” kata Faisal Basri. 

“Pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar 45 bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan kemakmuran Boy Thohir, bukan kemakmuran Luhut Pandjaitan, bukan kemakmuran Airlangga Hartarto, bukan elite-elite.”

 

Faisal menegaskan, kondisi yang seperti ini tidak boleh dibiarkan terjadi terus-menerus. Karena itu, dia mendorong anak muda untuk menghentikan aksi para pengusaha dan penguasa tersebut.

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.com


TERBARU