> >

Amnesty International Indonesia: Pemimpin Terpilih Pemilu 2024 Harus Investigasi Kasus-Kasus HAM

Rumah pemilu | 9 Februari 2024, 21:52 WIB
Suciwati, istri mendiang aktivis HAM, Munir Said Thalib, berbicara dalam diskusi publik “Roadshow Menolak Lupa Kasus Pelanggaran Berat HAM” di Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/2/2024). (Sumber: Amnesty International Indonesia)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Amnesty International Indonesia menyebut Pemilu 2024 harus menjadi momentum penting untuk memilih pemimpin baru dan menghentikan praktik impunitas kasus HAM.

Menurut Amnesty International Indonesia, pemerintahan saat ini tak kunjung membuktikan komitmen untuk memastikan akuntabilitas serta memberikan keadilan kepada korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat.

Sebaliknya, kata Amnesty, pemerintah selama ini justru terus melanggengkan impunitas, bahkan membiarkan terduga pelaku pelanggaran HAM berat menempati jabatan-jabatan publik dan berada di lingkaran kekuasaan. 

Juru kampanye Amnesty International Indonesia, Zaky Yamani, mengatakan pemimpin yang terpilih dari hasil pemilu pada 14 Februari 2024, harus melakukan investigasi terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Baca Juga: Antropolog Suarakan Kritik Atas Kondisi Demokrasi Jelang Pemilu 2024: Jokowi Harus Jadi Teladan

Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik “Roadshow Menolak Lupa Kasus Pelanggaran Berat HAM” di Bandung, Rabu (7/2/2024), yang dihadiri para pegiat HAM, organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi, dan kalangan jurnalis.

Zaky mengatakan diskusi ini bertepatan dengan peringatan 35 tahun kasus pelanggaran HAM berat Tragedi Talangsari.   

Selain diskusi publik, acara roadshow ini juga menampilkan pemutaran film “Munir: Sebuah Extrajudicial Killing” dan pertunjukan seni.

“Pemimpin yang terpilih harus melakukan investigasi terhadap kasus pelanggaran HAM berat seperti Tragedi Talangsari dan semua pelanggaran HAM lainnya secara menyeluruh, independen, dan imparsial," kata Zaky, dikutip dari siaran pers yang diterima Kompas.tv, Jumat (9/2/2024).

"Pelaku harus diadili di pengadilan yang adil tanpa hukuman mati. Impunitas yang terus dipelihara merusak kepercayaan publik dan menandakan tindakan semacam itu bisa dilakukan tanpa konsekuensi.”

Zaky lalu bercerita mengenai Tragedi Talangsari. Ia mengatakan, pada 7 Februari 1989, aparat militer melancarkan serangan di kampung Cihideung, Talangsari, Provinsi Lampung, terhadap sekelompok komunitas Islam  – Jemaah Warsidi – yang dituduh oleh pihak berwenang saat itu ingin mendirikan negara Islam di Indonesia.

Baca Juga: Orasi Yenny Wahid saat Kampanye Ganjar-Mahfud di Bogor: Nyanyikan Yel-Yel Soal Bansos

Tragedi itu menewaskan sedikitnya 130 orang, paling sedikit 53 orang ditahan secara semena-mena dan mengalami penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya. Setidaknya terdapat 77 orang yang diusir paksa dari kampungnya. 

“Hingga kini Tragedi Talangsari tidak pernah diusut tuntas walau kasus itu diakui sebagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)," ungkap Zaky.

"Ini menandakan negara masih tidak serius memastikan keadilan, kebenaran, dan reparasi penuh kepada para korban pelanggaran HAM berat."  

Penulis : Dian Nita Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU