> >

Koalisi LSM: Sudah Terjadi Kejahatan Pemilu, secara Sistematis Libatkan Presiden hingga Pejabat Desa

Rumah pemilu | 8 Februari 2024, 17:29 WIB
Presiden Joko Widodo berswafoto dengan warga saat mengunjungi Pasar Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Senin (29/1/2024). (Sumber: Anis Efizudin/Antara)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk Keadilan Pemilu menyimpulkan bahwa sederet pelanggaran dan penyimpangan dalam proses Pemilu 2024 tidak bisa sekadar dikategorikan sebagai kecurangan pemilu, melainkan kejahatan pemilu. Koalisi tersebut menilai pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif sudah terjadi.

Koalisi LSM untuk Keadilan Pemilu menilai, penyelenggara negara mulai dari presiden, menteri, kepala daerah, aparatur sipil negara di semua tingkatan, hingga kepala desa dan lurah terlibat dalam kejahatan pemilu 2024.

Berdasarkan hasil pemantauan sejak penetapan paslon capres/cawapres pada 13 November 2023 hingga 31 Januari 2024, Koalisi LSM menemukan 121 kasus pelanggaran. Jumlah itu disebut meningkat 300 persen dibanding periode Mei-November 2023 yang mencapai 56 kasus.

”Begitu kandidat capres/cawapres ditetapkan, ada mobilisasi aparat besar-besaran,” kata Halili Hasan dari Setara Institute, Kamis (8/2/2024).

Ada tiga bentuk penyimpangan aparatur negara yang teridentifikasi, yaitu pelanggaran netralitas, kecurangan pemilu, dan pelanggaran profesionalitas. Dari tiga bentuk penyimpangan tersebut, Koalisi LSM menetapkan 31 kategori tindakan.

Baca Juga: Eks Komisioner KPU Hadar Nafis Sebut Dugaan Kecurangan Pemilu 2024 Datang dari Penyelenggaranya

Adapun jumlah tindakan pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah dukungan ASN terhadap kandidat (38 kasus), kampanye terselubung (16 kasus), dukungan terhadap kandidat tertentu (14 kasus), politisasi bansos (8 kasus), dukungan pejabat terhadap kontestan tertentu (9 kasus), penggunaan fasilitas negara (5 kasus), dan dukungan penyelenggara negara terhadap kontestan tertentu (2 kasus).

Halili menyampaikan, dari segi pelaku, Presiden RI Joko Widodo menjadi salah satu pelaku terbesar penyimpangan atau pelanggaran. Jokowi dinilai telah memobilisasi sumber daya negara untuk pemenangan kandidat tertentu.

Berdasarkan catatan Koalisi LSM, Presiden tercatat melakukan 11 kasus pelanggaran atau urutan keempat dari subjek pelanggar. Pelaku penyimpangan netralitas pertama dilakukan oleh ASN pemerintah kabupaten (13), menteri (13), lurah atau kepala desa (12), presiden, polisi (9 kasus), ASN pemerintah provinsi (8 kasus), anggota TNI (7 kasus), bupati (4 kasus), wali kota (4 kasus), dan camat (4 kasus).

Sementara itu, Armand Suparman dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai bahwa aspek terstruktur, sistematis, dan masif sudah terpenuhi dalam berbagai pelanggaran beberapa bulan belakangan.

Baca Juga: Kucuran Bansos di Tahun Pemilu 2024 Lebih Besar dari Pandemi Covid-19 2021-2022

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU