> >

"Kebulatan Tekad" Kampanye Orde Baru Jelang Pemilu demi Langgengkan Kekuasaan Soeharto

Politik | 25 Januari 2024, 09:40 WIB
Presiden Soeharto saat dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, 27 Maret 1968 (Sumber: KOMPAS/Pat Hendranto)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Di era Orde Baru, istilah "kebulatan tekad" sering dikampanyekan untuk kembali merebut kekuasan dan menempatkan Soeharto sebagai presiden. Kebulatan tekad adalah konsolidasi dari berbagai elemen masyarakat untuk mendukung Pak Harto, biasanya dipimpin oleh pejabat daerah atau Golongan Karya.

Misalnya, jelang Pemilu 1982, Korps Pegawai Negeri Repubublik Indonesia Jawa Barat menyatakan kebulatan tekad mendukung dipilihnya kembali Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai Presiden, dan diangkat sebagai "Bapak Pembangunan Nasional".

Pernyataan itu dinyatakan dalam suatu apel di Bandung. Hadir dalam apel itu Gubernur Jawa Barat dan kedua wakilnya, para pejabat teras, kepala dinas, Kanwil, ketua dan anggota DPRD, serta unsur muspida provinsi itu.

Dalam pernyataan itu, Korpri Jabar selain mengusulkan kepada MPR hasil Pemilu 1982 agar memilih Soeharto sebagai presiden kembali, dan mengangkatnya sebagai "Bapak Pembangunan Nasional," juga mengharapkan kesediaan Soeharto untuk dipilih kembali. 

Baca Juga: Ketika Pak Harto Tegur Ketua Umum Golkar karena Perolehan Suara Merosot Tajam

Kemudian Menteri Agama H. Alamsyah Ratu Perwiranegara, menerima kebulatan tekad serta seruan Majelis Ulama Kalimantan Selatan yang menyerukan masyarakat menyukseskan Pemilu 1982, dengan menggunakan hak pilih sebaik-baiknya menjunjung prinsip ukhuwah Islamiah dan persatuan bangsa.

Tidak heran, jelang sidang umum, sudah masuk ke MPR 2.372 pernyataan kebulatan tekad agar Jenderal (Purn.) Soeharto dipilih lagi sebagai Presiden dan 2.341 pernyataan yang mengusulkan agar Jenderal TNI (Purn.) Soeharto ditetapkan sebagai "Bapak Pembangunan Nasional", demikian Wakil Ketua MPR Achmad Lamo kepada pers di kediaman Presiden Soeharto di JI. Cendana, Jakarta, dikutip  dari buku Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita, Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 776. 

Menurut Achmad Lamo, selesai bertemu dengan Kepala Negara, Presiden Soeharto menyatakan jika rakyat Indonesia memang menghendaki agar ia menjadi presiden kembali pada periode berikut ini melalui SU-MPR mendatang, maka ia akan tetap bersedia mengemban tugas tersebut.

Tentang gelar "Bapak Pembangunan Nasional", Presiden Soeharto mengatakan, sebagai Mandataris MPR, maka pertama ia akan menyampaikan laporan pertanggungjawaban mengenai apa yang telah dilakukannya selama 5 tahun terakhir ini.

Baca Juga: Kisah Pak Harto Berangkat Haji, Ingin Datang sebagai Hamba Allah dan Tak Mau Dibiayai Negara

Kelak bila pertanggungjawaban ini diterima baik oleh MPR, maka pernyataan yang disampaikan oleh berbagai lapisan masyarakat maupun organisasi-organisasi dapat ditentukan oleh ketetapan MPR sendiri. Sebab, demikian Achmad Lamo yang mengutip ucapan Kepala Negara, hanya MPR-lah sebagai pemegang kedaulatan rakyat tertinggi yang berhak menentukan semua itu.

 

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU