> >

Pengamat Nilai Prabowo-Gibran Tak Punya Otoritas Politik Kuat jika Terpilih, Begini Penjelasannya

Rumah pemilu | 24 November 2023, 09:44 WIB
Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, dalam acara di KPU, Selasa (14/11/2023). (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menilai legitimasi politik pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, akan mendapat tekanan jika mereka menang dalam Pilpres 2024.

Menurut Ikrar, kekuatan politik Prabowo-Gibran hanya sebatas presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, legitimasi politik mereka masih harus dibangun. 

Ia memperkirakan, persoalan kepercayaan publik terhadap Gibran akan muncul mengingat proses putra Presiden Joko Widodo itu menjadi cawapres Prabowo, mengandung kontroversi.

Di parlemen, Prabowo-Gibran dan partai-partai politik yang mendukungnya, juga diperkirakan akan mendapat tantangan dari partai-partai oposisi, seperti saat Jokowi dan Jusuf Kalla terpilih pada Pilpres 2019.

Menurut Ikrar, PDI Perjuangan (PDIP), partai pengusung Jokowi selama dua periode, juga mungkin akan memilih masuk dalam lingkaran oposisi jika Prabowo-Gibran terpilih.

"Tanpa ada legitimasi politik, power yang diperoleh hanya sekadar power tanpa sebuah otoritas yang kuat. Tanpa adanya gabungan power dan legitimasi itu, seorang presiden atau wakil presiden tidak akan memiliki otoritas politik yang tinggi," ujar Ikrar dalam program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (23/11/2023).

Baca Juga: Puji Rekam Jejak Muhaimin Mulai dari Aktivis hingga Ketua PKB, Anies: Beliau Bukan Cawapres Instan

 

Kiprah Gibran yang terpilih menjadi cawapres Prabowo juga masih menjadi sorotan.

Capres dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, dalam acara Gagasan Kebangsaan RI (Gagas RI), Rabu (22/11/2023), mengungkit perjalanan politik Muhaimin Iskandar hingga terpilih menjadi cawapres-nya. Menurut Anies, Muhaimin bukanlah cawapers instan. 

Sedangkan capres yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo, dalam acara dialog terbuka yang diadakan Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Kamis (23/11/2023), sempat menyinggung salah satu agenda reformasi yaitu mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan pentingnya pendidikan politik. 

Ikrar menilai pernyataan Anies mengenai cawapres instan dan Ganjar soal KKN, tidak terlepas dari munculnya sosok Gibran menjadi peserta Pilpres 2024. 

Dia menjelaskan, jika melihat cawapres dari ketiga pasangan kandidat, hanya Gibran yang bisa dibilang belum memiliki pengalaman politik panjang.

Baca Juga: Ganjar di Dialog Muhammadiyah: Sikat KKN, Penyakit di Negeri Ini

Muhaimin sebagai pasangan Anies, punya rekam jejak duduk di lembaga eksekutif sebagai menteri di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan di lembaga legislatif sebagai anggota DPR, wakil ketua MPR dan wakil ketua DPR. 

Sedangkan Mahfud MD, cawapres Ganjar, punya rekam jejak yang lebih tinggi dibanding Muhaimin. Mahfud pernah duduk di tiga lembaga negara, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 

Di lembaga eksekutif, Mahfud pernah duduk sebagai menteri pertahanan dan menteri kehakiman dan HAM di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Ia juga masih menjabat sebagai Menkopolhukam di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Mahfud juga pernah duduk sebagai anggota DPR. Sedangkan di lembaga yudikatif, Mahfud merupakan mantan ketua Mahkamah Konstitusi. 

Sementara Gibran saat ini baru menduduki jabatan di lembaga eksekutif sebagai wali kota Surakarta.

Baca Juga: Tanggapan Gibran Soal Pernyataan Anies Pembangunan IKN Timbulkan Ketimpangan Baru

 

"Bagaimanapun calon pemimpin negara walaupun wakil presiden, itu tentunya harus memiliki kualitas yang baik dan memiliki pengalaman politik panjang," ujar Ikrar.

Dia menambahkan, dalam dunia politik, pasti akan ada perkembangan yang sifatnya mendadak, baik di level domestik maupun internasional. 

Untuk itu, perlu orang-orang yang berpengalaman agar keputusan yang diambil dilakukan dengan singkat dan tepat. 

Menurutnya, seseorang dengan pengalaman politik yang kurang, cenderung sulit beradaptasi untuk menghadapi situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan strategis. 

Ikrar mencontohkan saat ini Indonesia dihadapkan dengan persoalan geopolitik internasional dan ekonomi internasional yang mempengaruhi situasi nasional. 

Jika tidak mendapat respons yang baik, stabilitas ekonomi, keamanan dan politk di Tanah Air akan ikut terdampak. 

"Seseorang matang itu prosesnya secara alami, enggak bisa direkayasa atau dipercepat. Kenapa? Karena kematangan berpikir dan bertindak itu tentunya membutuhkan suatu proses cukup panjang. Proses itulah yang harus dilalui calon pemimpin bangsa ini," ujar Ikrar. 

Baca Juga: Hasil Putusan Anwar Usman Soal Legitimasi Pilpres | NILUH FULL

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU