> >

Direktur Perludem Sebut Pendanaan untuk Partai Politik Perlu Dibenahi agar Perilaku Korupsi Berhenti

Hukum | 17 April 2023, 06:50 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan empat dari enam tersangka suap CCTV dan internet service provider (ISP) untuk layanan digital Bandung Smart City Pemkot Bandung tahun anggaran 2022-2023 saat jumpa pers OTT Wali Kota Bandung Yana Mulyana, Minggu (16/4/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pendanaan bagi partai politik perlu dibenahi dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel agar politik transaksional yang dapat memicu perbuatan korupsi bisa lenyap.

Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati.

Menurutnya hal ini menjadi penting karena dalam beberapa hari terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap sejumlah kepala daerah karena dugaan korupsi. 

Mereka adalah Bupati Kapuas Kalimantan Tengah Ben Brahim S Bahat, dan istrinya, Ary Egahni; Bupati Kepulauan Meranti Riau M Adil; serta yang terbaru adalah Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

”Memang tidak dapat dimungkiri bahwa pemilihan kepala daerah atau pemilu di Indonesia masih berbiaya tinggi. KPK menunjukkan, untuk maju sebagai kepala daerah, dibutuhkan dana yang bisa menyentuh sampai angka Rp150 miliar,” kata Khoirunnisa dikutip dari Kompas.id, Minggu (18/4/2023).

Kata Khoirunnisa, kebutuhan tersebut dimulai dari kebutuhan untuk membayar uang mahar dan akhirnya mendapatkan rekomendasi pencalonan dari Partai Politik (Parpol) hingga kebutuhan operasionalisasi saat pilkada dilangsungkan. 

Baca Juga: Wali Kota Bandung 'Akali' Sistem, KPK: Menjadi Hal Baru, Akan DIkaji Lebih Lanjut untuk...

Perlu diketahui, mahar pada Parpol tetap ada meski Undang-Undang (UU) Pemilu dan UU tentang pilkada menyebut bahwa mahar politik dapat disanksi pidana, bahkan dibatalkan keikutsertaannya dalam pemilu.

Tuntutan finansial pada calon pun bisa semakin besar saat harus mencari dukungan dari parpol. Seperti diketahui, untuk bisa maju di pilkada, calon harus memenuhi persyaratan 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah bersangkutan, seperti diatur dalam UU Pilkada. 

Syarat tersebut jarang bisa dipenuhi hanya oleh satu parpol sehingga calon harus mencari dukungan parpol lain.

Penulis : Kiki Luqman Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas.id


TERBARU