> >

Tanggapi Pleidoi Teddy Minahasa, Pengamat Cium Ada Aksi Saling Jegal antara Perwira Tinggi Polri

Hukum | 14 April 2023, 14:27 WIB
Terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu Irjen Teddy Minahasa usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023). Jaksa penuntut umum menuntut hukuman mati pada Teddy Minahasa. (Sumber: KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ahli psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, angkat bicara menanggapi nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba.

Setelah mendengar pleidoi Teddy Minahasa, Reza menduga ada aksi saling jegal di antara pejabat tinggi atau Pati Polri.

Baca Juga: Teddy Minahasa: Ada Pesanan dari Penyidik ke Jaksa untuk Menuntut Saya Hukuman Mati

"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai," kata Reza dalam keterangan resminya pada Jumat (14/4/2023).

Reza mengakui memang ada persaingan di tubuh Polri. Namun, jika persaingan itu dilakukan secara sehat, maka hal itu lumrah terjadi dan masih bisa ditolerir.

Namun demikian, kata dia, jika persaingan dilakukan secara destruktif atau sabotase, maka situasi di tubuh Polri akan semakin buruk.

Situasi itulah, yang menurut Reza, tengah terjadi setelah muncul dugaan adanya status tersangka yang dipaksakan terhadap Teddy Minahasa.

"Apabila antar-subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian,” ucap Reza. 

Baca Juga: Teddy Minahasa Sebut Pengakuan Linda sebagai Istri Sirinya Hanyalah Skenario: Saya Tidak Kaget

“Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya. Lebih-lebih, kalau sesama klik dan personel polisi saja bisa terjadi kriminalisasi.”

Reza berharap sinyal adanya sabotase ini dapat dilihat dari berbagai pihak, termasuk hakim yang mengadili perkara Teddy Minahasa, sehingga dapat memutuskan vonis yang adil untuk para terdakwa.

Sebelumnya, Teddy mengklaim dirinya telah dipaksakan menjadi tersangka oleh penyidik karena tak pernah diperiksa sebagai saksi.

"Sudah jelas bahwa prosedur penetapan seorang menjadi tersangka harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan," kata Teddy dalam pleidoinya.

Selain itu, dia juga menyoroti bukti yang membuat dirinya menjadi tersangka antara lain adalah isi percakapan WhatsApp dari telepon genggam milik tersangka lain.

Baca Juga: Teddy Minahasa Sebut Kasusnya Penuh Kejanggalan: Ada Konspirasi untuk Membinasakan Saya

Teddy mengatakan bukti percakapan dalam telepon genggam miliknya tidak pernah ditampilkan di dalam persidangan.

Karena penetapannya sebagai tersangka itulah, Teddy mengaku telah kehilangan karir yang cemerlang sebagai anggota Polri.

"Menghancurkan hidup serta masa depan saya, yang tentunya berdampak terhadap keluarga besar saya. Bahkan akhirnya bertujuan untuk membinasakan saya," ujar Teddy.

Karena itu, Teddy Minahasa berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan fakta tersebut dan memberikan vonis yang adil baginya.

 

Adapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa kasus peredaran narkoba, mantan Kapolda Sumatera Barat, Teddy Minahasa, dengan pidana hukuman mati.

Baca Juga: Irjen Teddy Minahasa Sebut Jadi Korban Konspirasi dan Rekayasa Kasus Narkoba, Ini Penjelasannya

"Menjatuhkan terhadap Teddy Minahasa pidana mati," kata salah satu JPU Iwan Ginting, di PN Jakarta Barat, Kamis (30/3).

Menurut JPU, Teddy Minahasa terbukti terlibat dalam proses transaksi, penjualan hingga menikmati hasil penjualan sabu.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU