> >

Sekjen Transparency International Nilai Pendanaan Politik Selama Ini Ikuti Proses Pencucian Uang

Hukum | 30 Maret 2023, 07:30 WIB
Danang Widoyoko dalam Satu Meja The Forum, Rabu (29/3/223), berpendapat bahwa selama ini praktik pendanaan politik mengikuti proses pencucian uang. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia Danang Widoyoko berpendapat bahwa selama ini praktik pendanaan politik mengikuti proses pencucian uang.

Hal itu disampaikan Danang menjawab pertanyaan Budiman Tanuredjo, pembawa acara Satu Meja The Forum, tentang kemungkinan adanya dana ilegal yang mengalir ke politikus.

Menurut Danang, hal itu merupakan salah satu persoalan pendanaan politik.

“Oh iya, itu salah satu persoalan ya. Politik kan salah satunya dari sini. Karena yang dilaporkan ini kan sebenarnya TPPU ya, tindak pidana pencucian uang, belum tentu korupsi,” tuturnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (29/3/2023).

“Tetapi, selama ini memang praktik pendanaan politik kan sebetulnya mengikuti proses-proses pencucian uang,” tegasnya.

Penyebabnya, kata Danang, adalah tidak mungkin suatu perusahaan menyumbang untuk pendanaan politik dalam jumlah besar, karena itu melanggar Undang-Undang Pemilu.

Baca Juga: Anggota DPR Sebut Soal Markus itu Sensitif, Begini Jawaban Mahfud MD

“Itu kan melanggar ketentuan di Undang-Undang Pemilu,” tegasnya.

“Oleh karena itu, kemudian harus disalurkan melalui, katakanlah organisasi sosial, yayasan, kelompok-kelompok relawan, artinya itu kan ada penyamaran sebetulnya, sehingga tidak ketahuan sebetulnya siapa.”

Atau modus lain adalah dengan membelanjakan secara tidak langsung untuk kepentingan politik.

“Atau kemudian dibelikan secara tidak langsung. Ini yang saya kira membuat pendanaan politik rentan sebenarnya masuk kategori TPPU.”

Sebelumnya, dalam dialog yang sama, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Trimedya Panjaitan menyebut dirinya hampir tidak pernah mendengar adanya aliran dana dari transaksi janggal sebesar Rp349 triliun ke politikus.

Penjelasan itu disampaikan Trimedya menjawab pertanyaan Budiman Tanuredjo, tentang DPR yang terkesan resisten atas dibukanya transaksi janggal oleh Ketua Komite Nasional Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang, Mahfud MD.

Menurut Trimedya, perasaan geram dan senang anggota DPR kadang-kadang berbeda tipis.

“DPR itu antara geram dan senang itu beda tipis. Kadang-kadang dia senang sekan-akan geram, karena bagi DPR juga yang diungkapkan oleh Pak Mahfud ini adalah panggung, panggung depan paling tidak,” tuturnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (29/3/2023).

“Ini kan panggung, sehingga kita juga berinisatif. Kan jarang sekali ya ada rapat dengan Menkopolhukam, dan kita harus bersyukur sebenarnya, Pak Mahfud ini tidak susah diundang ke DPR.”

Saat ditanya mengenai kemungkinan adanya aliran dana ke politikus, Trimedya mengatakan, hingga kini dirinya belum melihat adanya indikasi tersebut.

Ia menyebut, sejak rapat dengan pihak PPATK dan dengan Mahfud pada hari ini, di panggung belakang pun ia hampir tidak mendengar adanya suara-suara semacam itu.

“Kan kadang-kadang kalau panggung belakang itu, kalau di ruang pimpinan, bisa kita dengar suara-suara yang ini.”

Baca Juga: Beda Data Transaksi Janggal di Kemenkeu Rp3,3 T Vs Rp35 T, Manakah yang Harus Dipercaya?

“Ini hampir enggak saya dengar. Termasuk panggung belakang. Panggung belakang kan di ruang pimpinan tuh, kita suka guyon segala macam, hampir enggak terdengar ada pesanan-pesanan, katakanlah orang yang ada namanya di sana, katakanlah dia terganggu, kemudian mengharapkan ini enggak dibuka,” urainya.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU