> >

Mengaku Kaget Ada Transaksi Janggal Rp349 Triliun, Eks Komisioner KPK Bandingkan Sidak Tahun 2008

Hukum | 30 Maret 2023, 06:30 WIB
Komisioner KPK periode 2007-2011 M Jasin, dalam Satu Meja The Forum, Rabu (29/3/2023), mengaku kaget dengan adanya lapoan PPATK tentang transaksi keuangan janggal sebesar Rp349 triliun. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011 M Jasin, mengaku kaget dengan adanya laporan PPATK tentang transaksi keuangan janggal sebesar Rp349 triliun.

Menurut Jasin, kekagetannya terletak pada nominal dana yang ia sebut besar sekali. Jasin membandingkan dengan hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan pada tahun 2008 lalu.

“Kagetnya, kalau kami dulu sidak tiga jam itu dapat setengah miliar. Kalau sekarang kan yang sedang diramai kan Rp349 ribu miliar, besar sekali kan,” jelasnya dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (29/3/2023).

“Setengah miliar itu sidak, di Bea Cukai, tahun 2008, Bulan Mei, di Tanjung Priok.”

Sidak itu, lanjut Jasin menunjukkan bahwa tindakan pencegahan dan penindakan di KPK saling melengkapi.

Baca Juga: Beberkan Rincian Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu, Mahfud MD: Dibagi ke dalam 3 Kelompok!

“Artinya, KPK itu dalam melakukan pencegahan itu kan komplementer dengan penindakan, yang tidak bisa dicegah ya ditindak, saling melengkapi, gitu lho. Jadi jangan pencegahan berjalan sendiri, terus kemudian penindakan juga.”

Menjawab pertanyaan Budiman Tanuredjo tentang pola yang ditemukannya saat melakukan sidak tersebut, Jasin menyebut diawali dengan kajian sistem.

Kajian sistem itu dilakukan baik di Bea Cukai maupun di Ditjen Pajak, dan dari situ sudah terlihat adanya indikasi korupsi.

“Dimulai dari kajian sistem, baik di Pajak maupun di Bea Cukai.”

“Indikasi adanya korupsi itu sudah kentara sekali melalui kajian sistem itu, karena kita mengkaji bussiness process, kemudian SDM, dan aturan hukum, yaitu legal aspeknya juga kita kaji,” jelasnya.

Tapi saat itu, kata Jasin, pihak Bea Cukai yang akan diperiksa tidak mau menerima, dan meminta agar KPK tidak boleh menuduh korupsi hanya berdasarkan kajian sistem.

“Karena dia tidak banyak menggunakan smartphone, khawatir kalau disadap, makanya dia menyampaikan seperti itu.”

KPK kemudian berkoordinasi dengan Dirjen Bea Cukai saat itu, Anwar Supriyadi, untuk melaksanakan sidak.

“Jadi, kita sidak saja sifatnya, kalau menurut informasi yang dikaji oleh tim kami itu bahwa suap itu ada di situ itu. Setiap bulannya diperkirakan Rp47 miliar itu yang hanya amplop-amlop saja. Itu hanya di Tanjung Priok, tidak skala nasional ya,” tegasnya.

“Itu juga sudah saya sampaikan pada Bu Sri Mulyani sebulan sebelum kami melakukan penggeledahan.”

Kala itu, kata Jasin, yang terlibat hampir seluruh jajaran di Bea Cukai Tanjung Priok, dan hanya tujuh orang yang tidak terlibat.

Artinya, lanjut dia, jika diakumulasi dari beberapa tempat, maka angka Rp349 triliun mengagetkan tapi tidak mengherankan.

“Artinya, kalau secara akumulasi, terus kemudian itu di beberapa tempat yang merupakan front liner untuk menghasilkan uang itu sudah melakukan seperti itu, kita kaget tapi tidak mengherankan.”

Pada waktu sidak tersebut, menurut Jasin, KPK menggeledah meja para pegawai, dan hasilnya mereka menemukan amplop dari sejumlah perusahaan.

“Penghuni mejanya disuruh meninggalkan tempat duduknya, untuk sementara kita geledah, ada amplop-amlop dari perusahaan atau tidak, ternyata iya. Itu dari importir melalui ekspedisi,” lanjutnya.

“Itu sudah banyak dilupakan oleh orang-orang, padahal itu kan momentum yang sangat luar biasa untuk peringatan pembenahan di Kementerian Keuangan.”

Saat ini, 15 tahun setelah peristiwa itu terjadi, Jasin menilai belum ada pembenahan. Ia menganalogikan dengan memadamkan kebakaran yang sesaat kemudian terbakar kembali.

Baca Juga: Bantah Dirinya Tidak Berwewenang Umumkan Transaksi Janggal di Kemenkeu, Ini Kata Mahfud MD!

“Itu seperti, katakanlah memadamkan kebakaran, sesaat kumat lagi. Sekarang kumatnya lebih dahsyat lagi kalau sampai ratusan triliun itu, dan mengalir ke mana-mana.”

Concern kita ini menunggu Bu Menteri ini melakukan pembenahan, ternyata juga tidak, malah lebih canggih lagi,” ucapnya.

Tindak lanjut dari sidak yang dilakukan tersebut, menurut Jasin berujung di pengadilan, karena ada yang menyuap dan ada yang disuap.

“Kemudian ada uangnya, kemudian yang disuap juga ada di situ sebagai koordinatornya, di lantai satu. Kan koordinator ada lantai empat dan lantai satu. Itulah yang diproses hukum.”

“Karena dia tidak termasuk penyelenggara negara, kita berkoordinasi dengan aparat hukum lainnya, yakni kepolisian,” tegasnya.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU