> >

Fenomena Keluarga Pejabat Doyan Flexing: Peneliti: Itu Sama Saja dengan Kebodohan

Sosial | 24 Maret 2023, 02:55 WIB
Peneliti psikologi sosial cum Direktur Kajian Representasi Sosial Indonesia, Dr. Risa Permanadeli berdialog dalam program Rosi yang ditayangkan Kamis (23/3/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Harta kekayaan pejabat negara tengah menjadi sorotan publik.

Setelah harta mencurigakan milik eks pejabat Dirjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo menjadi heboh, sejumlah pejabat lain pun ikut tersorot.

Mulai dari Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, Kasubag Administrasi Kendaraan Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Esha Rahmansah Abrar, hingga Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra.

Baca Juga: Heboh Anak-Istri Pejabat Pamer Kekayaan, Peneliti: Ada Kultur Kekuasaan yang Memuliakan Uang

Harta kekayaan para pejabat ini menjadi sorotan usai keluarganya kerap memamerkan harta di media sosial.

Publik menilai, harta mereka dinilai tak wajar lantaran tidak sesuai dengan profilnya. 

Peneliti psikologi sosial cum Direktur Kajian Representasi Sosial Indonesia, Dr. Risa Permanadeli berpendapat, perilaku pamer harta di kalangan keluarga pejabat ini merupakan sebuah kebodohan.

“Kalau mereka yang pamer, itu saya menyebutnya sebagai snobisme yang paling dangkal. Itu sama saja dengan kebodohan. Bodoh, apes, ketangkep,” ujar Risa dalam program acara Rosi di Kompas TV, Kamis (23/3/2023).

Risa menjelaskan hal yang melatarbelakangi kegemaran pejabat yang doyan pamer harta tersebut. 

Berdasarkan penelitian mengenai representasi sosial kekuasaan yang pernah dilakukan Risa bersama koleganya di berbagai negara, tidak sedikit publik yang menilai bahwa kekuasaan dapat direpresentasikan dengan uang.

Baca Juga: Daftar Pejabat Negara Dicopot Buntut Pamer Harta, Terbaru Kepala BPN Jaktim Sudarman Harjasaputra

Artinya, masyarakat memandang pejabat sebagai seseorang yang memiliki kekuasaan, berdasarkan uang, harta, dan kekayaan.

Risa menyebutnya sebagai kultur kekuasaan yang memuliakan uang.

“Kalau sudah jadi pejabat, tiba-tiba semua orang bertanya, ‘Mobilnya ganti nggak? Tasnya pakai tas apa?’,” ujar Risa memberikan contoh.

Demikian juga dengan Indonesia, kata Risa, di mana responden menyatakan bahwa sesuatu hal yang wajar jika kekuasaan dilekatkan dengan uang.

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU